Selasa 15 Feb 2022 03:30 WIB

Pejabat Iran: Barat Hanya Pura-Pura, Perundingan Nuklir Semakin Sulit

Negara-negara Barat hanya berpura-pura memiliki inisiatif soal perundingan nuklir

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Pandangan umum ibu kota Teheran, Iran, 18 Januari 2022. Iran dan kekuatan dunia melanjutkan pembicaraan nuklir di Wina, Austria pada 17 Januari setelah istirahat sejenak yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Pandangan umum ibu kota Teheran, Iran, 18 Januari 2022. Iran dan kekuatan dunia melanjutkan pembicaraan nuklir di Wina, Austria pada 17 Januari setelah istirahat sejenak yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pejabat senior keamanan Iran mengatakan kemajuan perundingan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 nuklir "semakin sulit." Sebab negara-negara Barat hanya "berpura-pura" memiliki inisiatif.

Perundingan tidak langsung antara Amerika Serikat (AS) dan Iran kembali digelar usai sempat rehat selama 10 hari. Delegasi kedua belah pihak mengatakan kemajuan perundingan ini terbatas. Negosiasi dimulai kembali pada bulan November lalu setelah sempat terhenti lima bulan karena pemilihan presiden di Iran.

"Usaha negosiator Iran menuju kemajuan menjadi semakin sulit setiap saat, sementara pihak Barat 'berpura-pura' mengajukan inisiatif untuk menghindari komitmen mereka," kata sekretaris Dewan Keamanan Nasional Iran, Ali Shamkhani di Twitter, Senin (14/2).

Sementara itus sebelumnya perwakilan dari Rusia dalam perundingan di Wina, Mikhail Ulyanov mencicit "negosiasi telah mencapai kemajuan signifikan." Pada Kamis (10/2) lalu Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan perjalanan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 masih panjang.

Dalam kesepakatan yang dikenal Joint Comprehensive Plan of Action itu (JCPOA) itu Iran berjanji menghentikan program nuklirnya. Sebagai gantinya AS harus mencabut sanksi-sanksi ekonomi yang diterapkan pada Teheran.

Perjanjian itu membatasi aktivitas nuklir Iran sehingga memperpanjang waktu yang diperlukan untuk memproduksi bahan fisil yang cukup untuk membuat bom nuklir. Bila kesepakatan ini dijalankan setidaknya butuh waktu satu tahun bagi Iran untuk mencapainya bukan dalam dua atau tiga bulan.

Dikutip dari Komisi Regulator Nuklir Amerika Serikat (USNRC) bahan fisil merupakan bahan bakar yang mampu mempertahankan reaksi berantai fisi nuklir dengan memanfaatkan energi termal neutron.

Sebagian besar pakar menilai saat ini waktu bagi Iran untuk menumpuk materi fisi jauh lebih pendek dibandingkan saat JCPOA disepakati. Iran selalu membantah berencana memiliki senjata nuklir.

Mantan Presiden AS Donald Trump menarik AS dari JCPOA pada tahun 2018 lalu. Kemudian ia memberlakukan kembali sanksi-sanksi ekonomi yang memotong pendapatan dari sektor ekspor minyak yang sangat penting bagi Iran.

Iran meresponnya dengan melanggar sejumlah ketentuan dalam kesepakatan itu. Dalam kesepakatan JCPOA, Iran hanya boleh memurnikan uranium di situs pengayaan utamanya, Natanz, dengan sentrifugal IR-1 generasi pertama.

Pada tahun 2020 tahun lalu, Iran mulai melakukan pengayaan dengan kaskade atau kluster mesin IR-2m yang jauh lebih efisien di sana. Iran menyatakan juga memasang tiga alat lagi untuk mempercepat proses pengayaan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement