Masuk Gedung Pusat Universitas Brawijaya Harus Lakukan Screening dengan UBreath
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Universitas Brawijaya (UB) menerapkan screening Covid-19 dengan menggunakan alat UBreath. | Foto: Humas UB
REPUBLIKA.CO.ID,Masuk Gedung Pusat Universitas Brawijaya Harus Lakukan //Screening// dengan UBreath -- ada foto
MALANG -- Pimpinan Universitas Brawijaya (UB) menerapkan kebijakan screening untuk siapapun yang masuk ke gedung kantor pusat kampus. Semua pengunjung dan pegawai harus lolos screening dengan menggunakan alat UBreath.
UBreath merupakan inovasi dari dosen Profesor Arinto Yudi Ponco Wardoyo. Alat ini bekerja dengan mendeteksi hasil metabolisme dari sistem pernapasan dan pencernaan. Hasil pengukuran dari parameter tersebut dianalisis dengan menggunakan kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi kondisi dari sistem pernapasan dan sistem pencernaan.
Wakil Rektor UB, Profesor Gugus Irianto mengatakan, kegiatan screening di UB merupakan salah satu aktivitas atau kegiatan dalam rangka merespons lonjakan kasus Covid-19 di Malang Raya. "Dan juga di seluruh Indonesia, terutama di UB," kata Gugus di Kota Malang, Senin (14/2/2022).
Langkah screening ini penting mengingat terdapat tendensi kenaikan kasus Covid-19 dari tendik dosen atau mahasiswa UB. Melihat itu, pihaknya berkoodinasi dengan tim satgas yang dipimpin Profesor Andarini untuk memutus rantai penyebaran virus.
Menurut Gugus, kegiatan screening Covid-19 dengan UBreath banyak sasarannya. Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendeteksi awal keberadaan Covid-19 yang menginfeksi tubuh manusia. Apalagi hasil yang dikeluarkan oleh UBreath bisa keluar dalam waktu kurang tiga menit.
Dengan adanya langkah ini, maka siapapun yang hendak memasuki gedung kantor pusat UB akan merasa lebih tenang dan aman. "Dan ini intinya kita melakukan pencegahan sejak dini," ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UB ini.
Pencegahan dini terhadap merebaknya kasus Covid-19 juga dilakukan UB dengan cara mengganti sistem kuliah. Sistem yang semula menerapkan hibrida berubah menjadi pembelajaran daring secara penuh. Selain itu, UB juga memproduksi hand sanitizer dan menyiapkan tempat isolasi terpadu (isoter) untuk sivitas akademik UB di Runusnawa Dieng.
Gugus berharap upaya pencegahan yang dilakukan bisa meminimalisasi penyebaran kasus Covid-19 di lingkungan UB. Dia tidak ingin ada warga UB yang sakit tapi tidak terdeteksi. Warga UB yang sakit harus bisa terdeteksi sehingga dapat ditangani langsung.
"Ke depan, kami berharap penerapan UBreath tidak hanya di kantor pusat tapi juga di seluruh fakultas yang ada di UB," ucapnya.
Adapun mengenai UBreath, ini ini merupakan hasil kerja sama Profesor Arinto Yudi Ponco Wardoyo dengan tim Fakultas Kedokteran UB. Mereka antara lain Susanthy Djajalaksan dan Profesor Teguh Wahju Sardjono. Alat tersebut diuji klinik untuk screening penyakit pernapasan, seperti kanker paru-paru, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bersama tim dari Fakultas Kedokteran.
Profesor Arinto menjelaskan, UBreath Analysis memiliki fungsi untuk mampu mengidentifikasi dan mengukur konsentrasi zat dari hasil metabolisme sistem pernapasan dan pencernaan melalui embusan napas. Embusan ini dalam bentuk gas, partikulat, dan parameter lain yang berjumlah 25. Hasil pengukuran dari parameter tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan kecerdasan buatan.
"Langkah itu bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi dari sistem pernapasan dan sistem pencernaan," kata Arinto.
UBreath bekerja dengan mengembuskan napas pada kantong khusus. Kemudian alat ini akan mengukur unsur-unsur yang terkandung dalam udara pernapasan. Alat ini memerlukan waktu antara dua sampai tiga menit untuk mendapatkan hasil.
UBreath telah diuji klinis pada orang sehat dan penyintas Covid-19 di RSUD dr. Saiful Anwar Malang dan RS Lapangan Malang dengan total 400 sampel. Hasilnya, alat ini dapat mendeteksi berupa positif atau negatif Covid-19. Bahkan, alat ini bisa mengklasifikasikan deteksi tersebut seperti OTG, ringan, sedang, sampai berat.
Guru Besar Fisika UB ini mengungkapkan, penelitian yang dilakukan sejak akhir 2020 tersebut telah menghasilkan tingkat akurasi mencapai lebih 90 persen. Di samping itu, Arinto juga menjelaskan mengenai penderita penyakit kanker paru-paru yang biasanya terlambat terdeteksi karena tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. "Untuk itu, alat ini sangat baik untuk screening awal," kata dia menambahkan.