REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana untuk melakukan konversi kompor elpiji ke kompor listrik pada tahun ini. Dana untuk melakukan konversi ini rencananya akan memakai alokasi subsidi elpiji.
Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengingatkan kepada pemerintah perihal relokasi subsidi ini harus bisa dilakukan secara hati hati dan bertahap. Ia menilai, jangan sampai relokasi subsidi berimbas pada stok elpiji gas melon yang langka di pasaran.
"Sebab jika subsidi direlokasi akan berdampak pada stok. Jangan sampai stok ini menipis sehingga berimbas pada UMKM dan rumah tangga yang memang benar benar membutuhkan," ujar Bhima kepada Republika.co.id, Senin (14/2).
Bhima menilai lompatan pemerintah dari subsidi elpiji ke konversi kompor listrik untuk menekan beban APBN merupakan langkah yang tidak strategis. Sebab, beban APBN atas subsidi elpiji disebabkan oleh penyaluran yang tidak tepat sasaran.
Elpiji gas melon dijual secara terbuka oleh pemerintah sehingga masyarakat siapapun bisa mengakses. Bahkan acuan HET yang ditetapkan pemerintah tidak langsung dirasakan masyarakat karena banyaknya rantai pasok yang terlibat.
Belum lagi persoalan pengawasan sehingga saat ini yang mengkonsumsi elpiji bersubsidi lebih banyak orang yang sebenarnya tidak berhak. "Subsidi elpiji ini dibenahi dulu. Subsidi kan selama ini secara terbuka. Kalau buru buru langsung loncat, bisa beresiko kelangkaan," tambah Bhima.
Menurut dia, langkah memasifkan kompor listrik memang baik. Apalagi, penggunaan kompor listrik pun bisa mengurangi emisi karbon karena emisi gas buang dari kompor listrik sangat rendah.
"Kompor listriknya sih bagus aja. Lebih bagus juga secara pengurangan emisi. Masyarakat yang pakai kompor listrik juga bisa lebih hemat, alat kompor dan utensilnya tersedia yang banyak murah saat ini," ujar Bhima.