REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pandemi telah memaksa para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk go digital. Karena digitalisasi bisnis bukan hanya soal ‘jualan online’, tapi juga tentang bagaimana merevolusi cara mengembangkan usaha.
Brand fashion asal Bandung, Cocoes, telah menapaki jalan ini. Menurut owner Cocoes, Indra Sapaat, konsep dagang yang dilakukannya saat memulai usaha pada 2016 adalah dengan menjajakan produk langsung ke konsumen. Pusat Grosir Gedebage, Kota Bandung, menjadi lokasi utamanya.
“Artikel pertama sepatu slip on dengan merk sendiri. Desain masih ATM yakni ambil, tiru, modifikasi. Bertahan sampai 2019 akhir,” ujar Indra, dalam siaran persnya, Senin (14/2).
Namun, pihaknya kemudian melakukan re-branding total pada 2020. Melepas cara jualan lama, Cocoes mulai merambah dunia digital dengan fokus pada produk sandal platform.
“Sebelum (bulan) puasa (2020), ada insiatif buat sandal platform karena punya referensi dari Jepang dan Amerika. Dari situlah berangsur sampai sekarang berjualan sandal platform,” paparnya.
Cocoes, kata dia, hanya menjual dua artikel, yakni sandal khusus wanita dan sandal khusus pria. Artikel untuk wanita bernama Una dan artikel untuk pria bernama Gueno.
Keunikan sandal platform Cocoes, kata dia, bisa dilihat di backstrap atau tali belakangnya yang bisa dilepas di kanan maupun kiri. Dengan detachable technology, backstrap bisa dibuka dengan satu sentakan secara berbarengan antara kaki kiri dan kaki kanan.
Harga termurah produk Cocoes, kata dia, dibanderol Rp 89 ribu untuk sandal slide/slipper. Namun harga rata-ratanya Rp 250 ribu hingga Rp 345 ribu.
Pada 2021, kata dia, Cocoes menargetkan penjualan di atas 450 pcs. Tahun 2022 ini, target penjualan meningkat menjadi 750 pcs dengan segmentasi kelas menengah.
"Brand kami digandrungi generasi milenial sampai generasi alfa. Dari data internal terlihat 90 persen pasar produknya menyasar masyarakat usia 21-33 tahun," katanya.
Sementara secara demografis, kata dia, 85 sampai 88 persen penjualan produk Cocoes berpusat di Pulau Jawa. Presentasenya, 60 persen Jabodetabek dan 40 persen Jawa Barat.
“Di luar Jawa, ada Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, tapi fluktuasi, setiap bulannya berbeda. 6 bulan ke belakang, pasar Sulawesi/Kalimantan lebih baik dari Sumatra. Tapi di kuartal pertama dan kedua 2021, Sumatera mendominasi penjualan sampai 18 persen-20 persen,” papar Indra.
Keputusan Indra untuk membawa brand-nya keluar dari zona nyaman, membuat bendera Cocoes menjadi semakin berkibar. Menurutnya, brand akan sulit berkembang jika terus berjualan secara konvensional.
Menghadapi 2022, Indra mengatakan, Cocoes sudah menyesuaikan strategi. Dia menegaskan, brand miliknya tidak akan bermain di pasar bawah dan menengah.
“Kita akan digencet dengan mass market, yang makin hari makin serabutan ke sana ke sini untuk meningkatkan kualitas penjualan setiap bulannya dengan meng-copy paste produk-produk yang mungkin sudah awal ada,” paparnya.
Cocoes membidik high market dengan goal yang telah disusun, selepas momen Ramadan dan Idulfitri. Salah satu strateginya, mengenalkan Cocoes melalui public figure, komunitas, hingga video podcast.