REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengingatkan bahwa Program Jaminan Hari Tua (JHT) dimaksudkan untuk kepentingan jangka panjang. Ini bertujuan demi menyiapkan para pekerja di usia yang sudah tidak produktif atau dalam masa tua.
"Sesuai namanya Program JHT adalah merupakan usaha kita semua untuk menyiapkan agar para pekerja kita di hari tuanya, di saat sudah tidak bekerja, mereka masih dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik," ujar Ida Fauziyah dalam keterangan virtual diikuti di Jakarta pada Senin (14/2/2022).
"Sejak awal memang Program JHT ini dipersiapkan untuk kepentingan jangka panjang," tegasnya.
Untuk kepentingan jangka pendek sudah terdapat beberapa program lain seperti yang terbaru Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk membantu para pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Terkait ketentuan JHT diberikan kepada peserta yang mencapai usia 56 tahun, Ida mengatakan ketentuan itu tidak berlaku untuk peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap. Bagi peserta yang meninggal dunia maka dapat diklaim oleh ahli waris dan untuk yang dalam kondisi cacat total tetap maka klaim dapat diajukan setelah adanya penetapan catat total tetap.
Dia juga mengingatkan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa klaim dapat dilakukan sebagian dengan jangka waktu tertentu. Klaim dapat dilakukan ketika peserta telah mengikuti Program JHT paling minimal 10 tahun dengan besaran yang dapat diambil adalah 30 persen dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah atau 10 persen dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun.
Sisa manfaat JHT yang belum diambil dapat dilakukan pada usia 56 tahun. "Apabila manfaat JHT kapanpun bisa dilakukan klaim 100 persen maka tentu tujuan Program JHT tidak akan tercapai," tegas Menaker.