REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sosialisasi tentang mitigasi bahaya RIP Current atau arus balik penting untuk mencegah kejadian berulang tenggelamnya 11 orang pelaku kegiatan ritual di Pantai Payangan Kabupaten Jember, Jawa Timur pada Ahad (13/2/2022). Pernyataan ini disampaikan Koordinator Mitigasi Gempa bumi dan tsunami BMKG Daryono.
"Musibah Pantai Payangan Jember memberi pelajaran penting bagi kita semua akan pentingnya mitigasi bencana RIP Current," katanya di Jakarta, Senin (15/2/2022).
Menurut Daryono, rentetan musibah ini sepatutnya mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah dan masyarakat, mengingat hampir setiap tahun selalu saja terjadi kasus serupa. "Entah sudah berapa banyak warga masyarakat dan wisatawan menjadi korban keganasan arus laut Pantai Selatan," imbuhnya.
Sebagian masyarakat pesisir selatan Jawa menyebut arus laut yang sering menyeret korban ke tengah laut ini sebagai alun serot. Alun artinya ombak dan serot adalah sedot. Artinya, ombak (sesungguhnya arus) yang bisa menyedot (orang). Sedangkan dalam dunia sains, fenomena alam mematikan ini disebut RIP Current.
Secara fisik, RIP current terbentuk jika gelombang laut datang dan menghempas garis pantai yang berbentuk teluk atau cekungan. Adanya banyak pantulan muka gelombang yang mengenai busur teluk akan memunculkan sejumlah arus susur pantai yang bertemu dan memusat di tengah-tengah busur teluk. Arus susur yang saling bertemu di pusat busur teluk ini selanjutnya bergabung menimbulkan sebuah arus balik menuju ke tengah laut yang mengumpul pada suatu jalur arus yang sempit hingga melewati batas zona gelombang pecah.
Arus ini bergerak dalam energi sangat kuat dengan kecepatan tinggi atau dikenal dengan RIP Current dan singkat. Orang yang terjebak dan terseret arus sangat sulit untuk melepaskan diri hingga seolah terseret ke tengah laut. Inilah sebabnya mengapa arus ini banyak memakan korban jiwa.
Daryono menjelaskan, morfologi Pantai Payangan Jember berbentuk teluk. Diduga kuat musibah yang terjadi sangat mungkin diakibatkan arus RIP Current jika dicocokkan dengan waktu kejadian bersamaan dengan waktu pasang dan berdasarkan informasi dari BMKG tinggi gelombang saat kejadian mencapai sekitar 2-2,5 meter.
Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai karakteristik dan bahaya arus laut di pantai menjadi faktor utama terus berulangnya korban jiwa terseret arus laut. Di Jawa berkembangnya mitos dan cerita rakyat Nyai Roro Kidul bahwa Laut Selatan sering meminta korban. Ia mengatakan hal ini sesungguhnya hanyalah bentuk ketidakmampuan masyarakat dalam menjawab fenomena alam pantai yang mematikan dan sering terjadi secara berulang.
"Sebenarnya masyarakat dapat terhindar dari bahaya arus laut ini asalkan mau memahami karakteristik dan mekanisme terbentuknya arus berbahaya ini, karena fenomena derasnya arus pantai merupakan gejala alam biasa dan dapat dijelaskan secara ilmiah," jelas Daryono.
Upaya mitigasi yang dapat dilakukan antara lain mengenali dan menetapkan lokasi rawan, penguatan pengetahuan mengenai bahaya arus ini dengan sosialisasi kepada Tim SAR, petugas penyelamat pantai, pengelola wisata, pedagang dan masyarakat setempat.