REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kota Tangerang menyampaikan membuka pos pengaduan terkait keluhan warga wajib pajak (WP) yang mendapatkan tagihan-tagihan lama dalam surat pemberitahuan pajak terutang pajak bumi bangunan (SPPT PBB) 2022. Hal itu dilakukan untuk mengakomodir dan menyelesaikan masalah munculnya secara tiba-tiba tagihan lama yang membuat sejumlah warga Tangerang kaget dan mengeluhkannya.
Sekretaris Bappenda Kota Tangerang Teguh Supriyanto mengatakan, menanggapi keluhan dari sejumlah warga, bagi WP yang sudah melunasi pembayaran PBB yang ditanggungkan, namun tidak memiliki bukti pembayaran, bisa melakukan konfirmasi ke bank yang menerima pembayaran, lalu melaporkannya ke Bappenda. Sementara bagi WP yang merasa tunggakan tersebut bukan tanggung jawabnya, bisa datang ke kantor Bappenda untuk mengadukan masalah yang dialami.
“Kalau memang WP sudah bayar koordinasi ke BJB (Bank Jawa Barat) agar dimunculkan buktinya. Kalau belum ya diselesaikan, sekiranya itu memang ada peralihan dan terputus dan WP tidak tahu, kami mohon kehadirannya membuat surat pernyataan, jadi kami ada langkah-langkah berikutnya kami akan komunikasikan,” ujar Sekretaris Bappenda Kota Tangerang Teguh Supriyanto di Kantor Bappenda Kota Tangerang, Senin (14/2).
Menurut penuturannya, pihaknya membuka pos pengaduan di bagian front office Bappenda Kota Tangerang terkait adanya komplain dari warga. Pos pengaduan itu dibuka sejak Januari 2022 saat SPPT PBB disampaikan kepada masyarakat. Dia menyebut, ada sekitar 5-10 pengaduan di setiap harinya.
Teguh mengungkapkan, munculnya tunggakan-tunggakan lama PBB bagi sejumlah warga terjadi seiring dengan upaya untuk menyelesaikan piutang yang terjadi, bahkan yang belum terbayarkan sejak tahun 1990-an. Hal itu diakui menimbulkan rasa kaget di tengah masyarakat.
Dia menjelaskan historis dari munculnya tunggakan-tunggakan lama PBB tersebut. Berdasarkan penuturannya, hal itu terkait dengan perubahan undang-undang yang mengatur tentang pajak, yakni munculnya UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Adapun, pengalihan data dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kota Tangerang disebut direalisasi pada 2014, namun tidak dengan kelengkapan verifikasi data. Sejak saat itu dilakukan upaya penyisiran terkait pendataan dan verifikasi data WP.
Seiring dengan beleid yang baru, Teguh mengatakan, penyelesaian transaksi PBB mewajibkan WP melunasi kewajiban hanya dalam 5 tahun ke belakang. Sehingga ada perbedaan dengan beleid sebelumnya yang mengatur pembayarannya selama 10 tahun ke belakang.
“Ternyata amanat yang ada 5 tahun, sehingga masih ada piutang (tahun-tahun yang lalu). Piutang ini ada yang piutang dari tahun 90-an mungkin, masih menggantung. Jadi kenapa muncul saat ini ya memang kami mau selesaikan,” terangnya.
Teguh memastikan pihaknya menyelesaikan permasalahan yang dikeluhkan oleh masyarakat. Dia juga meminta partisipasi warga WP agar dapat menyelesaikan tagihan-tagihan yang dialaminya, sehingga piutang yang terdata di Bappenda Kota Tangerang tidak terus menggunung.
“Jangan sampai ini (piutang) menggunung terus. Sementara ini memang WP-nya enggak tahu, tapi ini harus diselesaikan misi keuangan negara, kan kalau tiba-tiba dihapus enggak bisa juga, harus teridentifikasi,” ungkapnya.
Tunggakan lama
Sebelumya, Banyak warga di Kota Tangerang geram karena kaget melihat tunggakan Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang muncul tiba-tiba. Tunggakan itu berasal dari tagihan-tagihan lama. Jumlahnya bahkan ada yang mencapai jutaan rupiah.
Haryo Wicaksono, warga di Kompleks Peruri, Ciledug, Kota Tangerang tak menyangka tagihan PBB-nya bisa mencapai Rp 9 juta. Rinciannya pajak terutang Rp 6,67 juta dan denda Rp 3,2 juta. Pajak terutang itu berasal dari tunggakan PBB yang belum dibayar dari tahun 1994-2001. "Sebelumnya tidak ada pemberitahuan, cuma kaget pas keluar SPT PBB kok ada tunggakan 1994-2001," ujarnya kepada Republika.co.id, akhir pekan lalu.
Salah satu keanehan yakni ada PPB terutang sebesar Rp 6,4 juta pada 1999 dengan dendanya sebesar Rp 3,1 juta. Padahal yang tercatat di SPT luas bumi hanya 132 meter persegi dan bangunan 100 meter persegi. "Kalau dilihat nominal kok tunggakan PBB di tahun 1999 bisa sampai Rp 6 juta, PBB mana yang sampe segitu," ujarnya.
Haryo mengungkapkan keanehan lainnya. Menurutnya, ia membeli rumah itu dengan second. Sebelum akad, sudah dicek sebelumnya di bank, notaris sampai akad, dan balik nama. Di sana tidak ada pemberitahuan PBB belum terbayar. "Kalau ada tunggakan pastikan saat akad atau balik nama di bank notaris pasti dikasih tahu," ujarnya.
Ia pun belum mau membayar tagihan itu terlebih dulu sebelum ada penjelasakan dari pemerintah. Haryo menambahkan, tagihan-tagihan aneh ini bukan hanya pada dirinya tapi juga tetangga-tetangganya yang lain sepertinya sama. "Ini juga sepertinya beberapa warga lain juga begitu," ujarnya.
Di Perumahan Cipondoh Makmur, Tangerang, sejumlah warga yang ditanya Republika.co.id juga mempunyai keluhan yang sama. Mengapa ada tunggakan-tunggakan lama yang muncul tiba-tiba. Padahal tidak ada pemberitahuan sebelumnya di SPT terdahulu.
Firman, mengaku ada tunggakan pajak yang belum dibayar pada 2001. Sama dengan Haryo, ia juga aneh karena saat balik nama, tidak ada masalah baik itu dari notaris maupun bank. Padahal untuk semua pengurusan itu semua pajak harus terbayar lunas. "Iya ini aneh bukan soal jumlahnya, tapi aneh kok bisa administrasinya carut marut gini," katanya.
Warga yang lain Tony Simbolon juga mengaku ada tunggakan pada tahun 1990-an. Namun setelah dicek kembali di rumah melalui bukti pembayaran, semua telah terbayar. "Ini benar-benar aneh saya punya buktinya," ujarnya. "Kenapa tunggakan lama semua muncul tiba-tiba."