REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum sopir dari mantan dirjen bina keuangan daerah Kemendagri, Muhammad Dani S. Dia merupakan sopir dari tersangka dugaan korupsi pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah tahun 2021, Mochamad Ardian Noervianto (MAN).
Muhammad Dani sedianya diperiksa tim penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus yang menjerat Ardian Noervianto. Meski demikian, Muhammad Dani memilih untuk tidak memenuhi panggilan tim penyidik KPK tanpa memberikan keterangan yang jelas.
"KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemeriksaan berikutnya oleh Tim Penyidik," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di JaKarta, Selasa (15/2).
Pemeriksaan Muhammad Dani dilakukan pada Senin (14/2) lalu di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Disaat yang bersamaan, tim penyidik KPK juga memeriksa satu orang pihak swasta yakni Yoyo Sumarjo sebagai saksi.
"Yang bersangkutan hadir dan didalami pengetahuannya terkait dengan aktivitas tersangka MAN dan dugaan adanya beberapa pertemuan tersangka MAN dengan tersangka AMN (Andi Merya Nur) di beberapa tempat di Jakarta," kata Ali lagi.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Mochamad Ardian Noervianto (MAN), Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar (LMSA) sebagai tersangka. Perkara bermula saat Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur.
Laode kemudian mempertemukan Andi Merya dengan Ardian Noervianto di kantor Kemendagri pada Mei 2021 lalu. Dalam kesempatan itu, tersangka Andi Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN Rp 350 miliar dan meminta agar Ardian Noervianto mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
Tersangka Ardian kemudian diyakini meminta kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan mengajukan bayaran tiga persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman. Tersangka Andi Merya lantas memenuhi keinginan tersebut.
Tersangka Ardian Noervianto lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik tersangka Laode. Uang tersebut kemudian dibagi-bagi di mana tersangka Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah pribadinya di Jakarta sedangkan tersangka Laode Syukur menerima Rp 500 juta.
Perkara ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Kolaka Timur, Anzarullah. Keduanya merupakan tersangka dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.