REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis hakim yang dipimpin Yohanes Purnomo memvonis Herry Wirawan hukuman seumur hidup, menolak untuk mengabulkan untutan kebiri. Selain itu pembayaran ganti rugi yang diajukan oleh para korban dibebankan kepada negara melalui Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak.
"Apabila dituntut kemudian diputus pidana mati dan penjara seumur hidup yang tidak memungkinkan selesai menjalani pidana pokok maka tindakan kebiri kimia tidak dapat dilaksanakan," ujar salah seorang hakim saat membacakan putusan, Selasa (15/2/2022).
Sementara itu terkait dengan penggantian ganti rugi yang diajukan oleh 12 orang korban dan telah dihitung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dibebankan kepada negara. Dalam hal ini Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPA) sebesar Rp 331 juta. "Dibebankan kepada negara dalam hal ini kementerian yang mengurusi perlindungan perempuan dan anak," katanya.
Terkait dengan pembekuan yayasan dan perampasan aset, majelis hakim menolak tuntutan tersebut. Sebab pembekuan dan perampasan aset harus dilakukan melalui putusan pengadilan. "Tidak bisa dilakukan harus ke pengadilan," katanya.
Herry Wirawan terbukti dan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan kepada 13 orang santriwati. Ia melakukan tindak pidana persetubuhan sejak 2016 sampai 2021.
Ia bersalah mengacu kepada pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan 5 junto pasal 76 huruf D UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU junto pasal 65 ayat 1 KUHP.