Cegah Stunting, Pemkab Semarang Dorong Perusahaan Berperan Serta
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Bupati Semarang, H Ngesti Nugraha, saat menjelaskan langkah penanganan stunting, di ruang kerja Bupati Semarang, kompleks kantor Sekda Kabupaten Semarang, di Ungaran, Selasa (15/2). | Foto: Bowo Pribadi
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Di tengah upaya penanganan pandemi Covid-19, langkah-langkah pencegahan serta penanganan kasus stunting tetap mendapatkan prioritas dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang, Jawa Tengah.
Meski jajaran tenaga kesehatan masyarakat terkonsentrasi dalam penanganan Covid-19, upaya pencegahan dan pendampingan terhadap kasus stunting di Kabupaten Semarang juga harus mendapatkan prioritas.
“Kasus stunting di Kabupaten Semarang memang tidak tinggi, namun jangan karena Covid-19 angka stunting juga ikut naik,” ungkap Bupati Semarang, H Ngesti Nugraha, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa (15/2).
Terkait stunting ini, jelas bupati, ada juga kasus yang dipicu karena selama masa kehamilan, (ibu hamil) tetap bekerja namun tidak mendapatkan jaminan kesehatan yang memadai dari perusahaannya secara terus menerus.
Yang terjadi saat melahirkan anaknya mengalami stunting. Makanya, dalam upaya menekan angka kasus stunting, Pemkab Semarang juga mendorong agar semua perusahaan di wilayah setempat ikut memperhatikan dan menjamin kesehatan karyawannya yang hamil.
“Dalam rangka menekan angka kasus stunting kecuali dari peran pemerintah daerah dan alokasi dana desa, perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan ibu hamil agar ikut memberikan perhatian kepada pekerjanya,” tegas bupati.
Selain itu, jelas Ngesti, sejumlah upaya juga dilakukan untuk mencegah stunting. Pertama, pemkab melalui OPD terkait tetap melakukan pendataan secara bertahap namun terus berkelanjutan.
Yang kedua, ibu-ibu hamil baik yang bekerja maupun yang di rumah juga terus diedukasi dan diminta untuk terus berkonsultasi kepada dokter maupun ke pusat layanan kesehatan (puskesmas) terdekat dengan lingkungan mereka.
Kemudian untuk anak-anak dengan usia di bawah lima tahun, juga perlu mendapatkan pendampingan, khususnya yang telah terdeteksi mengalami staunting. “Melalui upaya ini, harapan kita, angka kasus anak stunting di Kabupaten Semarang akan menurun,” jelasnya.
Masih jelas bupati, upaya lainnya yang terus diupayakan adalah menyiapkan tenaga kesehatan masyarakat yang nantinya menjadi pendamping terhadap anak-anak stunting di daerahnya.
Tidak hanya anak yang stunting, keberadaan tenaga kesehatan di tengah masyarakat juga dapat berperan dalam melakukan pendampingan kesehatan kepada kelompok masyarakat lanjut usia (lansia), khususnya yang hidup sebatang kara.
Pendampingan kepada lansia tersebut baik dalam hal edukasinya maupun dalam mendukung program ‘Rantang Lansia’ yang sudah digulirkan oleh Pemkab Semarang dalam menangani pemenuhan hak kesehatan kaum lansia.
Termasuk jika masih ada lansia yang hidup sebatang kara dan tidak punya KTP, yang secara otomatis tidak masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Kabupaten Semarang.
Sehingga apabila lansia tersebut sudah punya KTP akan bisa mendapatkan prioritas untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Baik itu Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Progrm Keluarga Harapan (PKH), maupun Bantuan Langsung Tunai.
“Dengan begitu, persoalan hak-hak kelompok masyarakat lansia ini juga menjadi perhatian khusus Pemkab Semarang,” tegasnya.
Bupati juga menjelaskan, berdasarkan data temuan kasus stunting di Kabupaten Semarang, yang paling banyak dipicu karena kurangnya perhatian maksimal terkait gizi dan kesehatan anak usia balita oleh kedua orang tuanya.
Hal ini terjadi akibat kondisi ekonomi yang memang kurang atau juga karena kedua orang tuanya bekerja semua, hingga balita mereka tidak mendapatkan pendampingan tumbuh kembang dan asupan gizi yang maksimal.