REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menanggapi Majelis Hakim yang menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Herry Wirawan. KemenPPPA berharap, vonis tersebut menghadirkan efek jera bagi Herry dan juga pihak lain yang hendak berbuat jahat.
KemenPPPA mengikuti sidang pembacaan putusan terhadap Herry selaku terdakwa pelaku kasus kekerasan seksual pada 13 santriwati, di Cibiru, Bandung, Jawa Barat. Herry dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang sebagaimana dalam dakwaan primer.
“KemenPPPA menghormati putusan penjara seumur hidup meski putusan Hakim tidak sama dengan tuntutan JPU. Saya mengharapkan setiap vonis yang dijatuhkan Hakim dapat menimbulkan efek jera, bukan hanya pada pelaku, tapi dapat mencegah terjadinya kasus serupa berulang," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga di Jakarta, Selasa (15/2).
Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan primer.
Majelis Hakim juga membebankan restitusi (ganti rugi) kepada KemenPPPA terhadap anak dari 12 korban pemerkosaan terdakwa sebesar Rp 331.527.186. "Terhadap penetapan restitusi masih menunggu putusan yang incracht dan saat ini KemenPPPA akan membahasnya dengan LPSK," ujar Bintang.
Bintang menegaskan, putusan Hakim terhadap penetapan restitusi tidak memiliki dasar hukum. Merujuk pada Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga.
"Restitusi tidak dibebankan kepada negara. Dalam kasus ini, KemenPPPA tidak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi," ujar Bintang.
Di sisi lain, Majelis Hakim menetapkan sembilan korban dan anak korban diserahkan perawatannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan dilakukan evaluasi secara berkala. Jika dalam waktu tertentu para korban dan anak korban dinilai sudah pulih secara fisik dan mental, maka akan dikembalikan kepada keluarganya.
"KemenPPPA mengapresiasi putusan yang mengatur keberlanjutan pemenuhan hak anak-anak korban dan upaya perawatan fisik dan psikis sembilan korban dan para anak korban di bawah pantauan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini UPTD PPA Provinsi Jawa Barat," ucap Bintang.