Selasa 15 Feb 2022 20:08 WIB

Pakai Kompor Listrik vs Gas, Lebih Murah Mana?

PLN akan menjalankan program konversi kompor gas elpiji ke kompor induksi listrik.

Kompor listrik. PT PLN (Persero) berkomitmen menjalankan program konversi kompor elpiji ke kompor induksi listrik pada tahun ini
Foto: foto istimewa
Kompor listrik. PT PLN (Persero) berkomitmen menjalankan program konversi kompor elpiji ke kompor induksi listrik pada tahun ini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) berkomitmen menjalankan program konversi kompor elpiji ke kompor induksi pada tahun ini untuk mendukung pemerintah membangun kemandirian energi sekaligus menghemat belanja negara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan program konversi kompor induksi berpotensi menyerap listrik sebanyak 13 gigawatt yang dapat memperbaiki kondisi keuangan PLN dan negara.

"Dengan program ini akan ada peningkatan kebutuhan listrik. Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 gigawatt," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Selasa (15/2/2022).

Baca Juga

Darmawan mengungkapkan impor elpiji dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024, impor elpiji diprediksi bisa mencapai Rp 67,8 triliun.

Menurutnya, program konversi kompor induksi akan mengurangi ketergantungan terhadap impor elpiji secara bertahap. Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan akibat impor itu secara perlahan juga dapat diselesaikan.

Langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi elpiji dalam APBN yang terus membengkak. Tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp 61 triliun untuk subsidi elpiji dan angka ini akan terus naik menjadi Rp 71,5 triliun pada 2024.

"Saat ini, pemakaian elpiji memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga elpiji di pasaran adalah harga dengan subsidi dari APBN," jelas Darmawan.

Harga keekonomian elpiji sebelum disubsidi APBN adalah Rp 13.500 per kilogram, sedangkan harga eceran tertinggi elpiji subsidi dijual Rp 7.000 per kilogram. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 6.500 untuk subsidi setiap satu kilogram elpiji.

Apabila menghitung perbandingan berbasis kalori, maka satu kilogram elpiji setara dengan listrik 7 kWh. Harga keekonomian elpiji satu kilogram Rp 13.500 masih lebih mahal daripada harga listrik 7 kWh yang biayanya sekitar Rp 10.250.

"Harga keekonomian menggunakan elpiji lebih mahal Rp 3.250 per kilogram dibandingkan dengan pemanfaatan listrik," terang Darmawan.

PLN menilai konversi ke kompor induksi juga akan menjadi pintu masuk kemandirian energi dari sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber kepada energi domestik. Perseroan menargetkan penggunaan kompor induksi mencapai 8,5 juta rumah tangga pada 2024. 

Jumlah pemakai kompor listrik ini ditargetkan naik menjadi 18,2 juta pengguna pada 2030, lalu naik lagi menjadi 38,2 juta pengguna pada 2040, dan melesat menjadi 58 juta pengguna pada 2060.

"Ini agenda bersama, kita gotong-royong untuk menuju kedaulatan energi di Indonesia. Apalagi sumber energi domestik kita sekarang melimpah dan dapat dimanfaatkan," ucap Darmawan.

"Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai elpiji, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak untuk masyarakat, seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan sebagainya," tambahnya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement