REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel telah menolak penjualan sistem pertahanan rudal Iron Dome ke Ukraina. Hal ini diungkapkan oleh jurnalis dan penulis terkenal Israel, Nadav Eyal
Dalam kolom yang ditulis untuk harian Israel, Yedioth Ahronoth, Eyal mengatakan, tujuan penolakan penjualan itu adalah untuk menghindari keterlibatan Israel dalam krisis Rusia-Ukraina. Tel Aviv tidak mau ikut campur dalam konflik Rusia-Ukraina, karena Moskow menempatkan pasukan di Suriah.
Israel dan Suriah hingga kini terlibat perang, serta kerap melakukan serangan. Sementara, Rusia memihak pada Suriah dan menekan Israel untuk menghentikan serangan. Dengan demikian, Israel dapat menghadapi risiko konfrontasi dengan Rusia.
“Dalam upaya untuk menghindari keterlibatan Israel dalam krisis antara Rusia dan Ukraina, Israel menolak untuk menjual sistem pertahanan rudal Iron Dome ke Kyiv agar tidak mengganggu Rusia,” kata Eyal, dilansir Anadolu Agency, Rabu (16/2/2022).
Ukraina awalnya mengajukan permintaan pembelian sistem pertahanan ke Amerika Serikat (AS). Karena sistem pertahanan itu dikembangkan bersama oleh Israel dengan Pentagon.
Kyiv memulai kampanye tekanan pada anggota parlemen di Washington untuk memfasilitasi kesepakatan. Ukraina juga secara resmi meminta AS menempatkan sistem rudal patriot dan Iron Dome di wilayah mereka musim semi lalu, untuk mengantisipasi serangan Rusia.
"Namun penjualan teknologi kepada pihak ketiga tidak memungkinkan tanpa persetujuan bersama," ujar Eyal.
Beberapa anggota Kongres telah membuat amandemen RUU pertahanan 2022, yang akan menekan Gedung Putih untuk menjual atau mentransfer sistem pertahanan udara dan rudal ke Ukraina, termasuk Iron Dome. Eyal mengatakan, situasi ini menempatkan Israel dalam posisi yang rumit.
"Israel dapat menolak permintaan AS untuk memasok Ukraina dengan teknologi, atau menghadapi risiko konfrontasi dengan Rusia," kata Eyal.
Israel menggunakan sistem pertahanan Iron Dome untuk mencegat rudal jarak pendek dan roket yang ditembakkan oleh kelompok perlawanan Palestina dari Jalur Gaza. Sementara Ukraina ingin menggunakan sistem pertahanan Iron Dome untuk menghadapi kemungkinan serangan Rusia.
Rusia mengerahkan lebih dari 100 ribu tentara di dekat perbatasan Ukraina. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa Rusia telah merencanakan invasi militer ke Ukraina. Sejumlah negara Barat memprediksi invasi itu dapat terjadi dalam waktu dekat.
Rusia menyangkal tuduhan Barat bahwa mereka merencanakan invasi. Namun Moskow mengatakan, mereka bisa mengambil tindakan "teknis militer" yang tidak ditentukan kecuali serangkaian tuntutan mereka dipenuhi. Salah satunya melarang Kyiv bergabung dengan aliansi NATO.
Baca juga : Erdogan Ingin Hubungan Positif dengan Arab Saudi Terus Berlanjut