REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Penyelenggara Pendidikan Berbasis Masyarakat meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ditunda. Aliansi terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, LP Maarif NU, Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Perguruan Taman Siswa, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Aliansi menegaskan, penundaan harus dilakukan antara lain karena pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak luar biasa pada kegiatan pendidikan. "Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang luar biasa, di antaranya adalah adanya learning loss. Karena itu, setiap pemangku kepentingan pendidikan, termasuk pemerintah dan pemdan wajib mengerahkan segala sumber daya untuk memulihkan kehilangan pengalaman belajar," kata Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman dalam siaran pers Rabu (16/2/2022).
Alpha mengatakan, dampak pandemi pada sekolah, terutama sekolah swasta, sangat berat. Sebagian besar orang tua kelas menengah ke bawah kini kehilangan sumber penghasilan dan itu berdampak pada pendidikan anak-anak mereka.
"Karena itu, Kemendikbudristek seharusnya fokus pada pemulihan pendidikan yang multidimensional ini, bukan mengutak-atik perubahan UU Sisdiknas," katanya.
Selain itu, menurut aliansi, revisi Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, keterlibatan publik yang luas, dan penelaahan berbagai macam perundangan yang beririsan. Aliansi menyatakan, dengan keberagaman, disparitas, dan kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia tidak memungkinkan pelaksanaan kajian yang mendalam dalam waktu singkat dengan keterlibatan publik yang sangat terbatas.
"Kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia membuat revisi UU Sisdiknas perlu kajian yang mendalam dan luas dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terutama penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat," kata Ketua Umum Majelis Pendidikan Kristen, David Tjandra.
Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema mengemukakan, ketergesaan dalam merevisi UU tersebut membahayakan masa depan pendidikan. "Uji publik dan hearing bila sekedar memenuhi syarat formal, tanpa mengkaji persoalan substansial, akan membawa pendidikan nasional semakin suram," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan, revisi yang hanya mengintegrasikan Undang-Undang Sisdiknas, Undang-Undang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Pendidikan Tinggi tidak akan menyelesaikan masalah tata kelola guru yang saat ini karut marut. "Persoalan tata kelola guru sangat terfragmentasi terlihat dari banyak undang-undang yang mengatur dari rekrutmen sampai pensiun," kata dia.