Rabu 16 Feb 2022 11:17 WIB

Serangan Siber Rusia Dimulai

Tak ada pembahasan apa yang perlu dilakukan pada peristiwa serangan siber Rusia

Rep: Lintar Satria / Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Serangan siber (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Serangan siber (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada akhir Januari lalu, Inggris memperingatkan perusahaan besar untuk meningkatkan pertahanan terhadap kemungkinan serangan siber Rusia akibat ketegangan dengan Ukraina. Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris (NCSC) memperingatkan sejumlah organisasi besar untuk meningkatkan ketahanan keamanan siber.

Direktur Operasi NCSC, Paul Chichester, mengatakan, NCSC telah mengamati pola kejahatan Rusia di dunia maya. "Selama beberapa tahun, kami telah mengamati pola perilaku jahat Rusia di dunia maya," ujar Chichester.

Pada awal 2022, beberapa situs web Ukraina terkena serangan siber yang meninggalkan peringatan untuk "takut dan bersiap untuk hal terburuk" karena Rusia telah mengumpulkan pasukan di dekat perbatasan. Ukraina mengatakan, Moskow berada di balik serangan siber itu.

"Insiden di Ukraina memiliki ciri khas aktivitas Rusia serupa yang telah kami amati sebelumnya," kata Chichester.

Ahli mata-mata Inggris mengatakan, Rusia menjadi ancaman langsung terbesar bagi Barat. Namun, dominasi teknologi jangka panjang yang dipegang oleh China menimbulkan masalah yang jauh lebih besar.

"Organisasi Inggris sedang didesak untuk meningkatkan ketahanan keamanan siber mereka dalam menanggapi insiden siber berbahaya di sekitar Ukraina," kata Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris.

Menurut Belfer Center di Harvard's Kennedy School, peringkat kekuatan ofensif dunia maya teratas dunia adalah Amerika Serikat, Inggris, Rusia, dan China. Peringkat ini disusun pada 2020.

Tak lama berselang, Bank Sentral Eropa (ECB) mempersiapkan bank-bank untuk menghadapi kemungkinan serangan siber yang disponsori Rusia ketika ketegangan dengan Ukraina meningkat, kata dua orang sumber yang mengetahui masalah tersebut. Persiapan itu dilakukan regulator keuangan Eropa ketika kawasan itu bersiap menghadapi dampak finansial dari setiap konflik.

"ECB telah menanyai bank-bank tentang pertahanan siber mereka. Bank-bank di Eropa sedang memainkan simulasi perang siber untuk menguji kemampuan mereka menangkis serangan siber," kata sumber itu.

ECB, yang memilih untuk mengatasi kerentanan keamanan siber sebagai salah satu prioritasnya, telah menolak berkomentar. Namun, kekhawatiran ECB tentang serangan dunia maya itu terlihat di seluruh dunia.

Departemen Layanan Keuangan New York pada akhir Januari 2022 mengeluarkan peringatan kepada lembaga-lembaga keuangan tentang serangan siber pembalasan jika Rusia menyerang Ukraina dan memicu sanksi AS, menurut Intelijen Regulasi Thomson Reuters.

Kini, serangan siber itu semakin terlihat. Jaringan daring Kementerian Pertahanan dan dua bank Ukraina kewalahan menerima data masuk. Pusat keamanan informasi Ukraina menuding Rusia sebagai dalang serangan ini.

"Tidak menutup kemungkinan agresor menggunakan taktik trik kecil kotor karena rencana agresifnya tidak berhasil dalam skala besar," kata Pusat Keamanan Informasi dan Strategi Komunikasi Ukraina yang bagian dari Kementerian Budaya dalam pernyataannya, Rabu (16/2/2022).

Disrupsi yang dikenal distributed denial-of-service atau DDoS ini pertama kali dilaporkan pihak berwenang Ukraina pada Selasa (15/2) kemarin. Tapi, skalanya belum dapat dipastikan. Serangan yang mengirimkan banyak data ke trafik internet dari berbagai sumber pada satu server ke server lainnya merupakan serangan siber yang umum dilakukan. Ukraina dan sekitarnya kerap mengalami jenis serangan siber ini.

Di situs pertahanan Kementerian Pertahanan Ukraina muncul pesan situs itu sedang diperbaiki. Dalam cicitannya di Twitter, kementerian mengatakan situs mereka tampaknya sedang diserang dan mereka sedang berusaha mengaksesnya kembali.  

Salah satu bank Ukraina, Oshadbank, mengonfirmasi serangan siber memperlambat sistem mereka. Pusat strategi komunikasi mengatakan pengguna Privatbank juga mengalami masalah pembayaran dan aplikasi perbankan. Privatbank belum menanggapi permintaan komentar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement