Rabu 16 Feb 2022 11:48 WIB

'Ketergesaan Revisi UU Sisdiknas Bahayakan Masa Depan Pendidikan'

Revisi UU Sisdiknas memerlukan keterlibatan semua pihak secara luas dan konprehensif.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ilham Tirta
Pendidikan nasional (ilustrasi)
Pendidikan nasional (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Berbasis Masyarakat meminta agar pembahasan Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) ditunda. Salah satu alasannya, kecepatan dan ketergesaan dalam merevisi UU Sisdiknas tanpa arah yang jelas akan membahayakan masa depan pendidikan.

"Uji publik dan hearing, bila sekedar memenuhi syarat formal, tanpa mengkaji persoalan substansial, akan membawa pendidikan nasional semakin suram," ujar pemerhati pendidikan yang turut menjadi bagian dalam aliansi tersebut, Doni Koesoema, Rabu (16/2).

Aliansi terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, LP Maarif NU PBNU, Majelis Pendidikan Kristen (MPK), Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Perguruan Taman Siswa, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Mereka memandang revisi UU Sisdiknas memang diperlukan, tapi memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, keterlibatan publik yang luas, berbagai macam perundangan yang beririsan.

"Maka diperlukan kearifan untuk membahasnya secara mendalam dan komprehensif, mengingat pendidikan adalah hak setiap warga negara dan menjadi tanggung jawab semua," kata aliansi.

Menurut mereka, kondisi keberagaman, disparitas, dan kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia tidak memungkinkan diperoleh kajian yang mendalam dengan waktu singkat dan keterlibatan publik yang sangat terbatas. Apalagi, kini tengah dalam masa pandemi Covid-19.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan, persoalan tata kelola guru sangat terfragmentasi terlihat dari banyak UU yang mengatur dari rekrutmen sampai pensiun. Revisi yang hanya mengintegrasikan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi tidak akan menyelesaikan masalah tata kelola guru yang saat ini carut marut.

"Selain itu, martabat dan harkat guru harus ditempatkan secara khusus dan istimewa sebagai profesi yang luhur," kata Unifah.

Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman mengatakan, dampak pandemi Covid-19 pada sekolah-sekolah, terutama sekolah swasta di lapangan sangat berat. Sebagian besar orang tua, kelas menengah ke bawah, kehilangan sumber penghasilan sehingga berdampak pada pendidikan anak-anak.

"Karena itu, Kemendikbudristek seharusnya fokus pada pemulihan pendidikan yang multidimensional ini, bukan mengutak-atik perubahan UU Sisdiknas," jelas Alpha.

Ketua Umum MPK di Indonesia, David Tjandra melihat kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia membuat revisi UU Sisdiknas perlu kajian yang mendalam dan luas. Karena itu, penting untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan, terutama penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat.

Ketua MNPK, Mbula Darmin, menyebutkan, revisi UU Sisdiknas perlu ditunda karena persoalan lokal, nasional, dan global yang cenderung pada ideologi neoliberal yang mengabaikan keadilan sosial. Karena itu, dalam pembahasannya perlu kajian yang holistik dan komprehensif.

"Agar betul-betul sistem pendidikan kita berorintasi pada keadilan sosial dan juga kesejahteraan dan kebahagiaan warga," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement