REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengungkapkan Indonesia perlu mewaspadai risiko inflasi global yang akan menjadi acuan dalam menentukan RAPBN 2023. Hal ini mengingat banyak negara yang masih terjerumus ke dalam masalah inflasi yang berkepanjangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan lonjakan inflasi secara global terutama di negara-negara maju akan mendorong kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas. Hal tersebut akan memberikan dampak rambatan atau spillover.
"Inflasi ini akan mendorong pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga. Lingkungan ini harus diwaspadai karena banyak negara inflasi sudah meningkat seperti Amerika Serikat 7,5 persen inflasi Februari, Argentina 50 persen, Turki 48 persen, Brasil 10,4 persen, dan Rusia 8,7 persen. Ini yang akan diwaspadai," ujarnya saat konferensi pers secara virtual, Rabu (16/2/2022).
Menurutnya arus modal akan mengalami pengaruh negatif dari kenaikan suku bunga. Tekanan sisi imbal hasil surat berharga akan mendorong biaya surat utang negara.
"Kenaikan inflasi yang tinggi tentu akan bisa mengancam proses pemulihan ekonomi karena daya beli masyarakat tentu akan tergerus. Ini yang akan diwaspadai," ucapnya.
Ke depan dia menegaskan pemerintah tetap berkomitmen untuk mengembalikan defisit anggaran pemerintah seperti sebelum pandemi yakni di bawah tiga persen.