REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Enam tersangka dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan pada Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) segera disidangkan. Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejakgung), pada Rabu (16/2/2022), menyatakan berkas penyidikan sudah lengkap dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.
Pelimpahan berkas tersebut, sekaligus menyerahkan tanggung jawab perpanjangan penahanan terhadap enam tersangka. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, enam tersangka tersebut adalah IG selaku pihak swasta, LS selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur, NMB selaku Direktur Utama PT Prima Pangan Madani.
Kemudian, tersangka RU selaku Direktur Utama PT Global Prima Santosa, SJ selaku mantan direktur utama Perum Perindo 2016-2017, dan WP selaku karyawan dan mantan Vice President Perdanganan, Penangkapan, dan Pengelolaan Perum Perindo.
“Tim jaksa penyidik pada Jampidsus telah melakukan serah terima tanggung jawab tersangka kepada penuntut umum di Kejari Jakarta Utara,” kata Ebenezer dalam keterangan resmi, Rabu (16/2).
Setelah proses tahap dua, selanjutnya, tim jaksa penuntutan di Kejari Jakut akan menyusun dakwaan terhadap enam tersangka tersebut. Selanjutnya akan melimpahkan berkas dakwaan tersebut ke pengadilan untuk disidangkan.
Ebenezer tak mengungkapkan identitas lengkap dari inisial para tersangka yang diajukan tersebut. Namun mengacu pada nama-nama para tersangka saat penetapan, Oktober 2021, inisial tersangka LS adalah Lalam Sarlam, NMB adalah Nabil M Basyuni, RJ adalah Riyanto Utomo, SJ adalah Sahrial Japarin, dan WP adalah Wenny Prihatini. Sedangkan tersangka IG sampai hari ini tak diketahui nama lengkapnya.
“Selanjutnya untuk para tersangka tetap dilakukan penahanan,” kata Ebenezer. Penahanan para tersangka diperpanjang sampai Maret 2022, mendatang.
Kasus tersebut terjadi pada periode 2016-2019. Berawal dari Dirut Perum Perindo yang menyetujui penerbitan surat utang jangka menengah atau medium term note (MTN) senilai Rp 200 miliar. MTN tersebut terbagi dalam dua surat utang, yaitu Jumbo A dan Jumbo B yang diterbitkan untuk mendapatkan dana dengan cara mendapatkan prospek.
Akan tetapi, penggunaan dana MTN Seri A dan Seri B tersebut tidak digunakan sebagaimana peruntukannya. Sejumlah pihak swasta disebut mengadakan kerja sama untuk mendapatkan prospek tersebut dengan cara menerima pembiayaan Perum Perindo di bidang perikanan tangkap.
“Namun faktanya, penggunaan dana MTN Seri A dan Seri B tersebut tidak digunakan sesuai dengen peruntukan,” kata Ebenezer.
Dari penghitungan kerugian negara menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Perum Perindo merugi setotal Rp 181 miliar. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 UU 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikro) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Kemudian, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.