REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU -- Larangan hijab di perguruan tinggi di negara bagian Karnataka, India selatan, telah memicu kontroversi yang besar. Ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa serangan terhadap simbol dan praktik Muslim adalah bagian dari agenda sayap kanan Hindu untuk memaksakan nilai-nilai mayoritas pada minoritas.
Sebanyak 200 juta komunitas minoritas Muslim di negara itu khawatir larangan jilbab melanggar kebebasan beragama mereka yang dijamin di bawah konstitusi India. Duta Besar AS untuk Kebebasan Beragama Internasional mengatakan larangan jilbab akan menstigmatisasi dan meminggirkan perempuan dan anak perempuan.
Partai Bharatiya Janata (BJP), yang menjalankan pemerintahan di Karnataka dan juga di pusat, telah mendukung larangan diskriminatif tersebut. BJP telah berkampanye selama beberapa dekade untuk penerapan Uniform Civil Code (UCC), yang diyakini minoritas akan sama dengan penerapan hukum Hindu.
Pada Selasa (15/2/2022) kemarin, siswa perempuan Muslim yang mengenakan jilbab dilarang memasuki sekolah dan perguruan tinggi di seluruh negara bagian. Gambaran gadis-gadis Muslim melepas jilbab mereka di luar sekolah mereka menciptakan kehebohan.
"Sekitar 13 dari kami dibawa ke ruang terpisah karena kami mengenakan jilbab di atas seragam sekolah," kata Aliya Meher, seorang siswa di Sekolah Umum Karnataka di distrik Shivamogga, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (16/2/2022).
"Mereka mengatakan kepada kami bahwa kami tidak dapat mengerjakan ujian jika kami tidak melepas jilbab. Kami menjawab dengan mengatakan: 'Dalam hal ini, kami tidak akan mengerjakan ujian. Kami tidak dapat berkompromi dengan hijab,' tiba-tiba, mereka meminta kami melepas hijab," tambah Meher.