REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Israel telah memberlakukan larangan perjalanan selama satu bulan terhadap Syekh Raed Salah, pemimpin gerakan Islam di Israel. Keputusan itu diambil oleh Menteri Dalam Negeri Israel, Ayelet Shaked.
Pengacara Salah, Khaled Zabarqa, menegaskan bahwa larangan perjalanan ini adalah keputusan sewenang-wenang dan ilegal. Apalagi, larangan itu dapat diperpanjang hingga enam bulan.
"Keputusan ini termasuk pada penganiayaan politik oleh otoritas Israel terhadap Syekh Raed Salah,” kata Zabarqa seperti dilansir dari Middle East Monitor, Selasa (15/2/2022).
Mengomentari larangan tersebut, Syekh Salah mengatakan bahwa keputusan itu didasarkan pada aturan darurat dalam Mandat Inggris untuk Palestina. Menurut Salah, larangan perjalanan ini datang setelah kunjungannya ke Masjid Al Aqsa dan menyampaikan khutbah tentang perdamaian, toleransi, dan pengampunan.
“Ini mewujudkan penganiayaan agama dan politik untuk melemahkan kegiatan saya yang bertujuan menyebarkan perdamaian,” kata Syekh Salah.
Gerakan Islam di Israel yang didirikan Syekh Salah pada 1971, dilarang Israel pada 2015. Dalam beberapa tahun terakhir, Salah telah ditahan berulang kali dan sejumlah badan amal yang diduga terkait dengannya juga dibubarkan.
Salah ditahan pasukan Israel pada Agustus 2017 dan didakwa melakukan hasutan menyusul kritiknya terhadap pemasangan detektor logam di kompleks Masjid Al Aqsa Yerusalem.
Dia dijatuhi hukuman 28 bulan penjara oleh pengadilan Israel. Dia menjalani 11 bulan, setengahnya dihabiskan di sel isolasi, sebelum dia dipindahkan ke tahanan rumah.
Setelah dua tahun di bawah tahanan rumah, pada Agustus 2020, Salah memulai hukuman penjara 17 bulan atas tuduhan penghasutan. Dia dibebaskan pada bulan Desember dan mengunjungi Masjid Al Aqsa untuk pertama kalinya dalam 15 tahun pekan lalu setelah larangan masuk Israel berakhir.
Sumber: middleeastmonitor