Kamis 17 Feb 2022 04:09 WIB

Pemerintah Segera Proses Ratifikasi Tiga Perjanjian dengan Singapura

Dua perjanjian diratifikasi ke DPR, perjanjian FIR diratifikasi dengan perpres.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ratna Puspita
Menko Polhukam Mahfud MD.
Foto: ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO
Menko Polhukam Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia segera memproses ratifikasi tiga perjanjian dengan Singapura. Indonesia dan Singapura telah melakukan perjanjian kerja sama dalam tiga hal, yakni Penyesuaian Area Layanan Navigasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR), Defence Cooperation Agreement atau kerja sama pertahanan (DCA), dan ekstradisi.

"Pemerintah akan segera memproses ratifikasi perjanjian antara Indonesia dan Singapura," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/2/2022).

Baca Juga

Mahfud menjelaskan, dalam tata hukum di Indonesia, perjanjian internasional harus diratifikasi agar memiliki daya laku. Namun, tidak semua harus diratifikasi dengan undang-undang.

“Ada yang cukup dengan Perpres, Permen atau MoU biasa. Yang harus diratifikasi dengan UU, antara lain, perjanjian yang terkait dengan pertahanan dan hukum," kata dia.

Dia menuturkan, dua perjanjian yang perlu diratifikasi ke DPR adalah perjanjian DCA dan ekstradisi. “Perjanjian FIR cukup diratifikasi dengan Peraturan Presiden (Perpres)," kata Mahfud.

Mahfud menilai, tiga ratifikasi antara Indonesia dan Singapura akan menguntungkan kedua negara, terutama dalam penegakkan hukum. Bahkan, ia menyebut, Indonesia bakal memperoleh keuntungan.

"Karena kita banyak punya pelanggaran hukum pidana, di mana orang-orangnya kemudian lari ke Singapura atau menyimpan asetnya di Singapura. Nanti kita bisa tindaklanjuti untuk keuntungan Indonesia dalam penegakan hukum," kata Mahfud.

Mahfud melanjutkan, dengan adanya ratifikasi, kejahatan terhadap Indonesia yang ada di Singapura, maupun sebaliknya, dapat segera diproses secara hukum. "Kejahatan terhadap Indonesia yang ada di Singapura, jadi bisa diserahkan ke Indonesia untuk bisa diadili atau dihukum. Kemudian Indonesia juga bisa mengembalikan orang-orang Singapura yang melakukan kejahatan untuk bisa dihukum dan diadili di Singapura," tutur dia.

Proses perjanjian antara Singapura dan Indonesia telah berjalan cukup lama. Pemerintah mengaku bersyukur atas terlaksananya ratifikasi di awal tahun ini.

"Pemerintah tentu bersyukur perjanjian ini telah bisa diselesaikan pada awal tahun ini, karena ini masalah yang sudah lama. Terjadi perdebatan, terjadi tolak tarik. Apakah ini perlu, apakah ini satu paket atau tidak. Sekarang sudah dipahami semua," ujarnya.

Pada 25 Januari 2022, Indonesia dan Singapura menyepakati tiga perjanjian kerja sama yaitu terkait FIR, DCA, dan ekstradisi. Undang-Undang No.12 Tahun 2011 mengatur perjanjian nasional tertentu wajib diratifikasi dalam undang-undang. 

Perjanjian internasional tertentu itu mencakup di antaranya masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara. Pada 2 Februari 2022, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyampaikan, pemerintah terus berkomunikasi dengan DPR untuk mempercepat ratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura.

Perjanjian ekstradisi itu mencakup setidaknya 31 tindak pidana, antara lain tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan korupsi. Dalam perjanjian itu, dua negara sepakat bahwa ekstradisi berlaku surut (retroaktif) sampai 18 tahun ke belakang. 

Dengan demikian, permintaan ekstradisi terhadap pelaku kejahatan dapat dilakukan selama masih masuk dalam periode waktu itu. Sejauh ini, DPR dan Pemerintah belum menggelar pertemuan untuk membahas ratifikasi perjanjian ekstradisi dan DCA Indonesia dan Singapura dalam bentuk undang-undang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement