REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan masjid harus menjadi pusat literasi keagamaan Islam karena kemajuan sebuah bangsa atau peradaban dapat diukur dari seberapa besar indeks literasi masyarakatnya.
"Indeks literasi atau kemampuan literasi suatu masyarakat ini berbanding lurus dengan majunya peradaban masyarakat tersebut. Masyarakat yang memiliki peradaban tinggi adalah masyarakat yang memiliki tingkat literasi yang tinggi," ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (17/2/2022).
Adib mengatakan masjid-masjid di Indonesia sudah saatnya memiliki perpustakaan sendiri demi membangun indeks baca masyarakat. Pasalnya, tidak mungkin sebuah peradaban yang maju tidak memiliki kualitas kemampuan literasi yang baik. Rendahnya minat baca, kata dia, akan berdampak besar di masyarakat. Masyarakat akan mudah terprovokasi oleh narasi-narasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Berbeda dengan mereka yang tingkat literasinya baik, yang akan menyaring terlebih dahulu informasi yang diperolehnya. "Jadi pengetahuan itu berbanding lurus dengan tingkat literasi masyarakat," kata dia.
Maka dari itu, Adib menegaskan penting untuk terus memberdayakan perpustakaan di masjid, kendati problematika yang dihadapi juga tidak sedikit. Menurutnya, pengelolaan perpustakaan masjid tidak akan sama dengan pengelolaan perpustakaan pada umumnya. Perpustakaan masjid perlu pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang khas. Maka pihaknya perlu menentukan kriteria-kriteria serta tata cara manajemen.
"Dengan kriteria-kriteria dan standar yang telah ditentukan, kita berharap pelayanan literasi pustaka keagamaan untuk umat menjadi maksimal. Masyarakat Muslim akan menerima layanan yang memang pas untuk mereka, mulai dari kondisi ruangan hingga manajemen waktu," kata dia.
Di satu sisi, Kemenag menilai perlunya percepatan layanan digital di perpustakaan masjid. Menurut Adib, dengan adanya digitalisasi pada perpustakaan masjid maka masyarakat akan mudah mengakses literatur-literatur keagamaan yang tidak hanya tersedia di perpustakaan masjid, tetapi di perpustakaan pada umumnya. Adib berharap melalui kemudahan akses bagi masyarakat ini bisa mengembalikan kejayaan masjid sebagai pusat peradaban.
Ia mencontohkan pada zaman keemasan Islam, keberadaan perpustakaan masjid seperti Baitul Hikmah menjadi lembaga pendidikan yang mencerahkan dan bisa menjadikan ilmuwan-ilmuwan Muslim mencapai puncak kejayaan. "Sekarang sudah era digital, maka perpustakaan masjid harus lebih efektif dalam menyediakan akses perpustakaan digital. Digitalisasi layanan selain mempermudah, juga harganya yang terjangkau, asal memiliki jaringan, maka jamaah bisa mengakses perpustakaan digital di masjid," jelas dia.