REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono
Tiga narapidana korupsi PT Garuda Indonesia (GIAA) yang sudah dijebloskan ke penjara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpotensi ditersangkakan ulang dalam penyidikan irisan kasus sama oleh Kejaksaan Agung (Kejakgung). Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, tak menutup peluang ada tersangka lain yang belum disentuh KPK dalam penyidikan baru oleh Kejakgung, terkait dugaan korupsi di perusahaan maskapai penerbangan milik Indonesia itu.
Dalam penyidikan dugaan korupsi GIAA yang dilakukan oleh Kejakgung juga bekerja sama dengan KPK. Saling tukar informasi, dan alat-alat bukti, termasuk dikatakan Febrie, kebutuhan tim penyidikannya atas evaluasi dari KPK yang sejak 2018 mengusut kasus tersebut dan sudah memidanakan sejumlah nama.
“Yang jelas, yang sudah dipidanakan di KPK, nanti kita kordinasikan, apakah akan menjadi alat bukti tambahan dari sana (KPK). Kemungkinan yang sudah dipidanakan itu, bisa disidang lagi (ditersangkakan) lagi itu,” ujar Febrie di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, di Jakarta, Kamis (17/2).
Febrie mengatakan, saat ini kasus yang ditangani oleh tim penyidiknya masih terus berjalan. Pemeriksaan saksi-saksi masih dilakukan.
Sudah lebih dari 30 nama diperiksa. Dari mulai mantan pejabat di GIAA, sampai para pihak swasta. Meskipun belum ada mengumumkan tersangka, kasus tersebut, kata Febrie, akan segera dilakukan gelar perkara menyimpulkan hasil penyidikan, dan penetapan tersangka.
“Yang paling utama, kita akan lihat siapa, atau pihak-pihak yang paling diuntungkan dari kerugian negara dalam kasus Garuda ini. Kita tunggu pas ekspos nanti,” ujar Febrie.
Penyidikan korupsi di PT GIAA oleh KPK sejak 2018, sudah menjebloskan tiga nama ke penjara, pada 2021. Para terpidana tersebut, adalah eks Direktur Utama (Dirut) GIAA, Emirsyah Satar dan mantan Direktur Teknik GIAA, Hadinoto Soedigno.
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, memvonis keduanya selama 8 tahun penjara. Satu terpidana lagi, yakni mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo yang dipidana penjara selama 6 tahun.
Ketiga terpidana itu terbukti bersalah melakukan korupsi berupa memberi dan menerima suap terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin jet dari Airbus SAS, dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia periode 2009-2014. Dalam persidangan, terbukti Emirsyah Satar, selaku dirut Garuda, bersama Hadinoto Soedigno menerima suap senilai Rp 5,8 miliar, dan 884.200 dolar AS, serta 1,02 juta euro, juga 1,18 juta dolar Singapura.
Suap itu diberikan oleh Soetikno Soedarjo, selaku pendiri PT MRA, yang terafiliasi modal dengan Connaught National Ltd, perusahaan internasional pengadaan pesawat terbang. Suap tersebut diberikan agar Emirsyah Satar dan Hadinoto Soedigno memuluskan pengadaan oleh PT Garuda, terkait proyek pembelian Total Care Machine Program Trent Roll-Royce 700, Airbus A330-300/200, Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia anak perusahaan GIAA.
Dan pengadaan pesawat CRJ 1000, serta ATR 72-600. Belakangan, pada Desember 2021, saat kasus tersebut berlanjut pada tingkat banding, Hadinoto Soedigno, dinyatakan meninggal dunia dalam status sebagai narapidana.