REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Dita Indah Sari, merespons ancaman kelompok buruh mempidanakan Menaker Ida Fauziyah terkait pelaksanaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Dita menegaskan program itu tak melanggar undang-undang.
"Harusnya mereka (kelompok buruh) baca regulasinya dan dengarkan dulu penjelasan-penjelasan pemerintah. Kan sudah banyak di media. Sebelum mereka mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang membuat marah teman-teman di akar rumput," kata Dita kepada Republika.co.id, Kamis (17/1).
Program JKP diluncurkan pemerintah awal bulan ini guna menutup celah yang ditinggalkan program JHT usai keluarnya aturan baru. Pelaksanaan program JKP mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
PP itu menyatakan, dana JKP besarannya 0,46 persen dari upah pekerja. Sebanyak 0,22 persen di antaranya dibayar pemerintah, sedangkan sisanya 0,24 berasal dari rekomposisi dana Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Menurut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), rekomposisi atau subsidi silang antar program jaminan sosial dilarang oleh UU 4/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. UU tersebut bahkan menyatakan ada sanksi pidana 8 tahun bagi pihak yang melanggar larangan tersebut. KSPI pun mengancam akan melaporkan Menaker Ida dan direksi BPJS Ketenagakerjaan jika skema subsidi silang ini dilanjutkan.
Dita menjelaskan, PP 37/2021 merupakan aturan turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Dalam UU Cipta Kerja terdapat pasal yang memperbolehkan subsidi silang untuk program JKP.
Keberadaan UU Cipta Kerja ini lantas merevisi berbagai aturan yang muncul sebelumnya, termasuk pasal larangan subsidi silang dalam UU BPJS. "Karena ada prinsip hukum lex posterior derogat lex prior atau UU yang baru otomatis menghapus/mengesampingkan aturan lama yang tidak sesuai dengan UU baru itu," kata Dita.
"Sehingga rekomposisi atau subsidi silang untuk dana JKP itu tidak melanggar aturan," jelas Dita.