REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) se-Indonesia mengunjungi kantor Hofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) atau kantor pertama PBNU di Jalan Bubutan VI/2 Surabaya, Jawa Timur, Kamis (17/2/2022).
Kunjungan ini dilakukan dalam rangka Napak Tilas Gedung HBNO sebagai bagian dari rangkaian Peringatan Harlah Ke-99 Nahdlatul Ulama secara tahun Hijriyah atau Qamariyah. Sebagaimana diketahui, NU didirikan di Surabaya pada 16 Rajab 1344 Hijriyah.
Dalam kegiatan ini, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dikalungi sorban oleh Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya KH Mas Sulaiman. Gus Yahya juga dipayungi saat turun dari mobil sampai memasuki gedung. Dia disambut pencak silat yang dimainkan pendekar pencak silat Pagar Nusa NU.
Dalam sambutannya, Gus Yahya menegaskan bahwa pergerakan ke masa depan tidak boleh tercerabut dari akar titik mulanya. “Ketika kita mulai hendak bergerak untuk tujuan meraih masa depan, karena masa depan tidak boleh terlepas dari asal mulanya, ke manapun kita menuju untuk masa depan NU, tidak serorang pun boleh lupa bahwa di tempat inilah mulainya,” ujar Gus Yahya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (17/2/2022).
Saat menyampaikan sambutannya Gus Yahya berupaya menahan haru. Beberapa kali putra pertama KH Cholil Bisri itu terdiam cukup lama dengan matanya yang mengembang.
Dia seakan hanyut dibawa masa lalu. Seolah di matanya tampak jelas para pendiri duduk menyaksikannya atau sedang bermusyawarah merumuskan masa depan agama dan bangsa yang amat mereka cintai dengan penuh setia. “Kalau kita berpikir tentang kesetiaan, tentang perjuangan, di tempat inilah kesetiaan itu ditambatkan,” ucap dia.
Kantor PBNU yang pertama ini tampak terawat dengan tidak mengubah arsitekturnya yang khas bangunan zaman dahulu dengan jendela besar dan atap yang tinggi. “Kalau kita bermimpi masa depan di tempat inilah mimpi itu mula-mula dihidupkan,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh Rembang, Jawa Tengah itu.
Gus Yahya seakan merasakan energi-energi spiritual yang memenuhi ruangan, tempat para pendiri NU dahulu mencurahkan segala daya dan upayanya untuk kemaslahatan bersama. “Datang ke tempat ini, melihat ruangan ini, merasakan suasana di dalamnya, apalagi kalau kita mengerahkan kepekaan spiritual kita, kita akan menangkap energi apa, kekuatan apa yang telah menggelindingkan NU yang kita nikmati hari ini setelah 99 tahun ke depan,” kata dia.
Setelah digunakan sebagai kantor PBNU sejak pendiriannya pada tahun 1926, gedung tua tersebut kini digunakan sebagai kantor PCNU Kota Surabaya. Sebelum NU berdiri, gedung ini juga penah digunakan sebagai kantor Syubbanul Wathan, organisasi sayap Nahdlatul Wathan.
Gedung ini juga sempat digunakan sebagai tempat kongres pertama Ansor Nahdlotoel Oelama (ANO) yang kini dikenal dengan Gerakan Pemuda Ansor pada 1936. Pada 22 Oktober 1945, tempat ini juga menjadi saksi bisu dicetuskannya Resolusi Jihad menegakkan kemerdekaan NKRI.
Karena sarat akan sejarah itu, Pemerintah Kota Surabaya menetapkan gedung ini sebagai Bangunan Cagar Budaya melalui SK Walikota Nomor: 188.45/502/436.1.2/201 yang ditandatangani pada 11 Desember 2013.
PBNU juga sempat memindahkan kantornya ke Pasuruan dan Madiun saat pecah perang 1945 hingga 1947 sebelum kembali pada 1949. Setelah itu, barulah kantor PBNU pindah ke Menteng Dalam Jakarta dan sejak 1950-an sampai sekarang berkantor di Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat.