Jumat 18 Feb 2022 12:35 WIB

Dradjad: Bang Luhut Bener Tapi Tidak Pener

Pernyataan Luhut benar tetapi tidak tepat porsinya.

Red: Joko Sadewo
Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan, yang mempersilakan warga yang sudah divaksin jalan-jalan, dinilai benar tetapi tidak pas. Foto ilustrasi Luhut Binsar (paling depan)
Foto: Dok Kementan
Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan, yang mempersilakan warga yang sudah divaksin jalan-jalan, dinilai benar tetapi tidak pas. Foto ilustrasi Luhut Binsar (paling depan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Pakar PAN, Dradjad Wibowo menilai pernyataan Menteri Koordinator bidang Maritim dan  Investasi Luhut Binsar Panjaitan, yang mempersilakan warga yang sudah vaksin jalan-jalan, adalah pernyataan yang bener tapi tidak pener.

“Pernyataan Bang Luhut itu bener tapi tidak pener. Itu ekspresi orang Jawa terhadap sesuatu yang benar namun tidak pada tempatnya, atau kurang tepat porsinya, atau kurang pas dan kurang bijak,” kata Dradjad, Jumat (18/2/2022).

Dijelaskannya, pernyataan Luhut benar karena  memang laporan riset di berbagai jurnal ilmiah dunia menyebutkan bahwa mereka yang sudah divaksin cenderung mengalami gejala yang relatif ringan jika tertular Covid-19. Banyak yang tidak perlu dirawat di rumah sakit.

"Tingkat kesakitan, hospitalisasi dan tingkat kematian mereka yang sudah vaksin lengkap, apalagi sudah booster, jauh lebih rendah dibanding mereka yang tidak divaksin atau belum lengkap.

Fungsi vaksin, kata Dradjad, memang meningkatkan kekebalan tubuh. Bukan untuk membuat tidak tertular. "Itu sebabnya sejak awal pandemi saya sering menyuarakan bahwa game changers-nya adalah vaksin dan obat. Itu sebabnya sejak awal pandemi saya menyuarakan agar Indonesia bisa menghasilkan vaksin dan obat sendiri,” papar Dradjad yang aktif terlibat kajian Covid-19 dari aspek ekonomi.

Mengenai hal yang tidak pener, menurut Dradjad, karena masyarakat bisa terlena dan menjadi ceroboh. Apalagi masyarakat Indonesia, jika bicara jalan-jalan maka kebanyakan kulineran atau pergi ke mal. Tidak sedikit yang tertular saat kulineran.

"Prokes memang dijalankan, tapi mereka kan membuka masker saat makan minum. Buka masker saat wudhu di masjid. Buka masker saat foto-foto. Itu semua menaikkan peluang tertular,” paparnya.

Kedua, lanjut Dradjad, tingkat transmisi per hari pada saat ini sangat tinggi. Bahkan sempat melebihi puncak kasus bukan Juli tahun lalu. Akibatnya banyak yang terpaksa isoman. Ini menimbulkan klaster keluarga sehingga penularan makin tinggi. Selain itu, pasien yang isoman akan terbuang waktu kerjanya, tidak bisa cari nafkah. Ini merugikan ekonomi keluarga dan ekonomi negara juga.

Ketiga, berdasarkan laporan Our World in Data, jumlah penduduk Indonesia yang sudah divaksin lengkap adalah 137,5 juta atau 50,3 persen populasi. Jadi masih ada sekitar separuh penduduk yang belum vaksin lengkap. Memang sebagian dari mereka kemungkinan sudah pernah tertular sehingga mempunyai antibodi alami.

Tapi itu tidak menutup fakta bahwa masih ada jutaan atau mungkin puluhan juta penduduk yang belum mempunyai antibodi. "Mereka bisa dengan mudah tertular dari keluarga atau teman yang sudah vaksin lengkap. Tingkat kesakitan dan kematian mereka cukup tinggi,” kata ekonom INDEF ini.

Dradjad menyarankan agar Luhut dan pejabat lain, lebih pener dalam memberikan penjelasan ke rakyat. Misalnya dengan mengatakan, jangan lengah dengan gelombang penularan Covid-19 sekarang. Tidak usah panik, apalagi jika sudah vaksin lengkap dan booster. Boleh jalan-jalan tapi sesekali saja dan harus tetap prokes. Kulineran boleh, tapi makan minumnya di mobil saja dengan keluarga yang satu rumah.

"Jadi, pesan dari pejabat sebaiknya berisi tentang tidak usah panik, tapi harus waspada dan disiplin prokes,” pungkas Dradjad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement