REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berkomitmen meningkatkan kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki hunian layak melalui program pembangunan rumah bersubsidi. Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mencatat sebanyak 5,67 juta unit kebutuhan rumah layak huni diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Rumah menjadi kebutuhan primer terutama sebagai tempat paling aman saat masa pandemi, diharapkan setiap entitas dalam ekosistem perumahan dapat mendukung pembiayaan rumah bagi MBR,” ujarnya saat webinar Forum Group Discussion ‘Kelangsungan Hidup Rumah bagi MBR 2022’ baru-baru ini.
Pemerintah pun mengalokasikan anggaran senilai Rp 5,1 triliun untuk melaksanakan sejumlah program pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Adapun sejumlah program tersebut antara lain membangun rumah khusus, rumah susun, rumah swadaya serta penyaluran bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) bagi rumah bersubsidi pemerintah.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto menargetkan akses rumah layak huni mencapai 70 persen pada 2024. Hal ini tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Berdasarkan RPJMN 2020-2024, Ditjen Perumahan memiliki target 70 persen rumah tangga yang menghuni rumah layak atau sebanyak 11 juta rumah tangga,” ucapnya.
Kendati demikian, Iwan mengakui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) khusus dana perumahan yang dimiliki sangat terbatas, sehingga belum mampu menyelesaikan seluruh kebutuhan MBR terhadap perumahan.
“Pemerintah berusaha menggandeng peran aktif dari asosiasi pengembang, sektor swasta, perbankan dan masyarakat untuk membantu sektor properti,” kata Iwan.
Pemberian insentif pemerintah
Pandemi telah memukul sendi ekonomi masyarakat. Tak hanya kemampuan masyarakat untuk membeli rumah, para pengembang juga terdampak pandemi ini.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah mengambil insentif untuk melanjutkan pemberian insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP). Hal ini tertuang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.010/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan insentif ini diharapkan meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung sektor perumahan dengan efek pengganda yang besar ke perekonomian nasional.
Baca juga : Ingat, Ini Sederet Influencer yang Dipanggil SWI, Diduga Fasilitasi Binary Option
Pada tahun ini, insentif PPN DTP yang diberikan sebesar 50 persen dari insentif PPN DTP 2021 yaitu 50 persen atas penjualan rumah paling tinggi Rp 2 miliar serta 25 persen atas penjualan rumah dengan rentang harga Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar. Adapun besaran insentif yang diberikan pemerintah kali ini dikurangi secara terukur seiring dengan pemulihan kondisi sektor konstruksi dan real estat.
“Pemberian insentif ini seyogyanya dapat dimanfaatkan, baik oleh masyarakat yang hendak mencari rumah, maupun perbankan yang hendak menyalurkan kredit perumahan,” ujarnya.
Tak hanya insentif tersebut, salah satu program perumahan pemerintah yakni fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), merupakan salah satu jenis kredit pembiayaan rumah (KPR) subsidi yang disediakan khusus masyarakat berpenghasilan rendah.