Jumat 18 Feb 2022 14:03 WIB

Polisi Selandia Baru Negosiasi dengan Demonstran Antivaksin

Demonstran anti vaksin telah berkemah di depan gedung parlemen selama berhari-hari.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Polisi mengawasi warga yang mengikuti aksi protes terhadap mandat vaksin di Wellington, Selandia Baru, Senin (14/2/2022).
Foto: Mark Mitchell/New Zealand Herald via AP
Polisi mengawasi warga yang mengikuti aksi protes terhadap mandat vaksin di Wellington, Selandia Baru, Senin (14/2/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Polisi Selandia Baru pada Jumat (18/2/2022) mengedepankan pendekatan negosiasi kepada para demonstran yang telah berkemah di depan gedung parlemen selama berhari-hari. Komisaris Polisi Andrew Coster mengatakan, pembubaran secara paksa berisiko menimbulkan bahaya yang lebih luas.

"Setiap tindakan penegakan hukum oleh polisi memiliki risiko serius dari bahaya yang jauh lebih luas daripada yang ditimbulkan oleh protes saat ini," ujar Coster.

Baca Juga

Coster mengatakan, negosiasi dan de-eskalasi adalah satu-satunya cara aman untuk menyelesaikan protes. Coster akan terus berbicara dengan para pengunjuk rasa.  

Polisi mengatakan, saat ini jumlah pengunjuk rasa mencapai sekitar 800 orang. Jumlah pengunjuk rasa diperkirakan bertambah pada akhir pekan. Coster mengatakan, setiap tindakan polisi yang kuat akan berisiko melukai masyarakat. Selain itu, pembubaran paksa dapat mengubah aksi protes yang digelar secara damai menjadi kekerasan dan kerusuhan.

Aksi protes dimulai sebagai bentuk penentangan terhadap mandat vaksinasi Covid-19. Aksi protes tetapi kemudian diikuti oleh kelompok-kelompok yang menyerukan agar pemerintah mengakhiri pembatasan Covid-19. Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan, demonstrasi itu adalah fenomena yang dipengaruhi oleh faktor eksternal. Ardern menolak seruan untuk menghapus semua pembatasan.

Aksi protes telah mempengaruhi fungsi beberapa kantor dan bisnis di sekitar parlemen. Ketua Hakim, Helen Winkelmann, mengatakan, proses peradilan yang membutuhkan kehadiran terdakwa dari tahanan tidak dapat dilanjutkan. Karena kendaraan para pengunjuk rasa menghalangi akses ke pengadilan.

"Situasi saat ini sangat sulit," kata Winkelmann dalam sebuah pernyataan.

Terinspirasi dari demonstrasi pengemudi truk di Kanada, ratusan pengunjuk rasa di Selandia Baru telah menggunakan kendaraan untuk memblokir beberapa jalan di sekitar Beehive, atau sebutan untuk gedung parlemen khas Wellington, selama 11 hari. Mereka juga berkemah di halaman depan parlemen.

Selandia Baru telah melaporkan lebih dari 10 ribu kasus Covid-19 yang dikonfirmasi dengan 53 kematian sejak pandemi dimulai. Selandia Baru melaporkan 1.929 kasus lokal baru pada Jumat. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan kasus harian pada Kamis (17/2) yang mencapai1.573 kasus.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement