REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Amerika Serikat (AS) mengungkapkan peringatan paling suram dan detail mengenai kemungkinan Rusia akan menyerang Ukraina. Negara-negara Barat sangat waspada pada kemungkinan Kremlin menciptakan alasan palsu untuk menggelar perang baru di Eropa.
Pada Kamis (17/2/2022) kemarin waktu AS, Presiden AS Joe Biden menyampaikan peringatan hingga saat ini Washington belum melihat penarikan pasukan yang dijanjikan Rusia. AS justru melihat penambahan pasukan di perbatasan Ukraina.
"Setiap indikasi yang kami miliki mereka siap untuk pergi ke Ukraina, menyerang Ukraina," kata Biden di Gedung Putih.
Ia mengatakan AS memiliki "alasan untuk yakin" Rusia "terlibat dalam operasi palsu sebagai alasan untuk masuk", tapi ia tidak memberikan penjelasan lebih rinci. Kekhawatiran Barat fokus pada sekitar 150 ribu pasukan atau 60 persen pasukan darat di perbatasan Ukraina.
Kremlin sudah berulang kali menegaskan tidak berencana menggelar invasi. Tapi Moskow menganggap Ukraina negara yang seharusnya masuk dalam lingkar pengaruhnya dan menilai kehadiran Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Eropa Timur sebagai ancaman.
Rusia menuntut jaminan keamanan NATO tidak akan pernah mengizinkan Ukraina menjadi negara anggotanya. Pada Jumat (18/2) ini Biden berencana menggelar pembicaraan melalui sambungan telepon dengan pemimpin-pemimpin Eropa mengenai penumpukan pasukan dan upaya deterensi dan diplomasi.
Pemerintah AS melalui Kedutaan Besar di Jakarta mengatakan Washington akan terus menekankan upaya diplomasi dalam meredakan ketegangan terkait krisis Ukraina. Kedutaan mencatat pekan lalu Biden sudah berbicara dengan Putin.
Pembicaraan ini menunjukkan AS siap menggunakan jalur diplomasi tingkat tinggi untuk mencapai pemahaman tertulis antara AS, Rusia, dan Eropa. Selain itu AS juga telah mengikuti lebih dari 200 rapat, sambungan telepon, video konferensi dan keterlibatan lainnya dengan NATO, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), Uni Eropa dan mitra serta sekutu lainnya perihal ancaman krisis Ukraina.
Kedutaan AS juga mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo dalam pertemuannya dengan Menteri-menteri Keuangan dan Gubernur-gubernur Bank Sentral negara G20. Kedutaan mencatat Jokowi mengatakan bukan saatnya menekankan persaingan dan menciptakan ketegangan baru yang mengganggu pemulihan dunia karena tidak ada negara yang dapat bangkit sendiri.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengungkapkan sejumlah kesimpulan intelijen AS yang merupakan bagian strategi yang dirancang untuk mengungkapkan dan mencegah rencana invasi. AS menolak mengungkapkan detailnya lebih jauh.
Di hadapan diplomat Dewan Keamanan PBB, Blinken mengatakan Rusia akan menciptakan peristiwa kekerasan untuk membenarkan invasi. Blinken mengatakan Rusia akan mementaskan "serangan bom teroris palsu, bahkan serangan nyata menggunakan kimia" di Rusia.
Ia menambahkan invasi akan dibuka dengan serangan siber lalu diikuti dengan serangan rudal dan bom di seluruh Ukraina. Seorang pejabat yang mengetahui temuan intelijen mengatakan Kamis kemarin pejabat AS dan Eropa sangat waspada pada kemungkinan upaya Rusia menciptakan alasan untuk menggelar invasi.