Sabtu 19 Feb 2022 06:15 WIB

DPD akan Gugat Presidential Threshold 20 Persen ke MK

Ada tiga faktor yang mempengaruhi dukungan DPD atas usul presidential threshold.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Antara/ Red: Ratna Puspita
Sidang Paripurna DPD RI pada Jumat menyepakati bahwa lembaga tersebut secara kelembagaan akan mengajukan uji materi (judicial review) terkait dengan ambang batas pencalonan presiden/wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi. (Foto: Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Sidang Paripurna DPD RI pada Jumat menyepakati bahwa lembaga tersebut secara kelembagaan akan mengajukan uji materi (judicial review) terkait dengan ambang batas pencalonan presiden/wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi. (Foto: Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPD secara kelembagaan akan mengajukan judicial review terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK). Rencana itu disepakati oleh anggota DPD dalam Sidang Paripurna ke-8 Masa Sidang III Tahun 2021-2022, Jumat (18/2/2022).

"Untuk mengakomodir aspirasi masyarakat dan beberapa elemen organisasi kemasyarakatan yang diperoleh ketika rapat dengar pendapat, FGD dan kunjungan kerja, DPD RI secara kelembagaan akan mengajukan judicial review terkait presidential threshold," tanya Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Baca Juga

Seluruh anggota DPD RI secara serentak menyatakan setuju. LaNyalla kemudian mengetuk palu sidang sebanyak tiga kali.

Ia menjelaskan, polemik terkait presidential threshold bukanlah barang baru. Hal itu sudah menjadi diskursus publik sejak 2003, saat Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR bekerja, dan menjelang Pemilu 2009.

Menurutnya, setidaknya ada tiga faktor yang mempengaruhi dukungan atas usul calon perseorangan maupun presidential threshold. Pertama, kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap pelaksanaan demokrasi.

"Kedua, rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik. Ketiga, semakin kuatnya dukungan atas ide calon perseorangan dan wacana presidential threshold 0 persen," ujar LaNyalla.

DPD telah berupaya untuk memasukkan usulan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke dalam Prolegnas Prioritas tahun 2022. Namun, tidak diakomodir oleh DPR dan pemerintah. 

"Karena itu kami mengapresiasi upaya hukum dari beberapa anggota DPD RI yang telah melakukan judicial review terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu ke MK. Kami mendukung upaya tersebut," ujar LaNyalla.

Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma menilai tepat langkah DPD yang akan mengajukan gugatan ambang batas pencalonan presiden ke MK. Menurut dia, selama ini DPD RI banyak menerima masukan masyarakat agar sebaiknya ambang batas pencalonan presiden ditiadakan atau sebesar 0 persen.

"Dari aspek konstitusi, sebenarnya tiap warga memiliki hak dan kedudukan yang sama dalam mencalonkan dan dipilih. Karena itu, tidak perlu ada batasan yang menghalangi atau menghambat seseorang untuk memilih ataupun dipilih sebagai presiden atau wakil presiden," katanya.

Karena itu, dia menilai langkah DPD yang akan mengajukan gugatan presidential threshold ke MK merupakan langkah dalam mewujudkan iklim demokrasi yang sebenarnya di Indonesia. Menurut dia, Komite I DPD akan mendukung upaya tersebut dalam rangka memperjuangkan aspirasi masyarakat agar besaran ambang batas pencalonan presiden menjadi 0 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement