REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Selama sepekan terakhir, antrean panjang terjadi di pompa bensin di Mosul dan provinsi Nineveh Irak. Mereka harus mengantre berjam-jam untuk mengisi kendaraan mereka dengan bensin.
Tentara dikerahkan di beberapa stasiun untuk mencegah terjadinya kekacauan dan kekerasan. Tentara mengantisipasi munculnya amukan massa yang mungkin saja terjadi di antara pengendara karena kekurangan bensin.
“Hidup kita dibuat menunggu dalam antrean. Itu sudah menjadi rutinitas,” keluh sopir taksi Abdel Khaliq al-Mousalli dilansir dari Alarabiya, Sabtu (19/2).
Kekurangan sering terjadi di Niniwe, di mana bensin disubsidi oleh pemerintah federal dan dijual dengan harga sekitar 500 dinar Irak per liter (0,33 sen AS). Sedangkan di wilayah otonomi Kurdi tetangga, biaya bensin naik dua kali lipat.
Gubernur Nineveh Nejm al-Jibbouri mengatakan, informasi menunjukkan bahwa kekurangan bensin disebabkan oleh penyelundupan. Dia juga mengaku telah menginstruksikan pasukan keamanan untuk memperketat pemeriksaan di pos pemeriksaan untuk mencegah bensin meninggalkan provinsi.
“Nineveh menerima lebih dari dua juta liter bensin per hari, jumlah tertinggi setelah Baghdad,” kata Wakil Kepala Badan Irak yang bertanggung jawab mendistribusikan produk minyak, Ihsan Mussa Ghanem.
Menurutnya, harga bahan bakar menjadi lebih murah di provinsi Nineveh, sedangkan di Kurdistan menjadi lebih mahal. “Harga minyak di Kurdistan 40 persen lebih tinggi daripada di provinsi lain dan itu telah menekan Nineveh, dengan banyak penduduk Kurdistan datang ke sini untuk mengisi,” tambahnya.
Irak adalah produsen terbesar kedua di Organisasi Negara Pengekspor Minyak. Hampir 3,5 juta barel per hari yang diekspor oleh negara itu menyumbang lebih dari 90 persen pendapatannya.