REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menuturkan, eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso masih menunggu putusan hukum di Filipina. Pemerintah Indonesia belum dapat melanjutkan eksekusi tersebut sebelum ada putusan terkait dengan perkara Mary Jane di Filipina.
"Kalau Filipina 'kan kita tidak punya otoritas untuk memaksa-maksa mereka harus cepat memutus perkara itu," kata pria yang acap disapa Eddy Hiariej itu saat mengunjungi Lapas Kelas II A Wirogunan, Kota Yogyakarta, Jumat (18/2/2022).
Saat mengunjungi Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta di Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Kamis (17/2/2022), Eddy mengaku sempat menemui Mary Jane. "Betul sempat ketemu Mary Jane," ucapnya.
Pada April 2010, Mary Jane Fiesta Veloso ditangkap di Bandara Internasional Adi Sutjipto Yogyakarta karena tertangkap tangan membawa 2,6 kilogram heroin. Selanjutnya, pada Oktober 2010, Mary Jane divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) juga menolak permohonan grasi yang diajukan Mary Jane pada 2014. Saat akan menjalani eksekusi mati bersama delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 29 April 2015, Mary Jane urung dieksekusi dan dikembalikan ke Lapas Yogyakarta menyusul adanya permohonan dari otoritas Filipina terkait dengan pengakuan Maria Kristina bahwa Mary Jane diduga menjadi korban perdagangan manusia.
Menurut Eddy Hiariej, besar kemungkinan putusan hukum mengenai kasus itu nantinya bakal dimanfaatkan kuasa hukum Mary Jane untuk mengajukan peninjauan kembali (PK). "Putusan di Filipina itu pasti akan digunakan oleh kuasa hukumnya untuk mengajukan peninjauan kembali," ujar Wamenkumham.