REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Para pemimpin separatis yang didukung Rusia di Ukraina timur mengumumkan mobilisasi militer penuh pada Sabtu (19/2/2022) pagi waktu setempat. Ini dilakukan sehari usai Donetsk dan Luhansk memerintahkan perempuan dan anak-anak mengungsi ke Rusia karena ancaman konflik.
Kepala Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin mengatakan dalam pernyataan video, bahwa dia telah menandatangani dekrit tentang mobilisasi militer. Dia juga meminta orang-orang yang mampu memegang senjata untuk datang ke komisariat militer.
Sementara itu para pemimpin separatis lainnya, Leonid Pasechnik menandatangani dekrit serupa untuk Republik Rakyat Luhansk tak lama setelah itu. Pihak berwenang separatis pada Jumat (18/2) mengumumkan rencana untuk mengevakuasi sekitar 700 ribu orang.
Hal itu mengutip kekhawatiran akan serangan yang akan segera terjadi oleh pasukan Ukraina. Namun tuduhan itu dibantah dengan tegas oleh Kiev. "Kurang dari 7.000 orang telah dievakuasi dari Donetsk pada Sabtu pagi," kata kementerian darurat setempat.
Militer Ukraina mengatakan pada Sabtu bahwa pihaknya telah mencatat 12 pelanggaran gencatan senjata oleh separatis pro-Rusia di Ukraina timur pada pagi hari setelah 66 kasus dalam 24 jam sebelumnya. Pihak berwenang separatis juga melaporkan adanya penembakan oleh pasukan Ukraina di beberapa desa pada Sabtu. Kedua belah pihak secara teratur saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata.
Pada Jumat malam, intelijen militer Ukraina mengatakan pasukan khusus Rusia telah menanam bahan peledak di fasilitas infrastruktur sosial di Donetsk, dan mendesak warga untuk tinggal di rumah. Layanan Keamanan Federal Rusia tidak segera membalas permintaan komentar.
Mengutip koresponden di lapangan, kantor berita Rusia kemudian melaporkan bahwa dua ledakan menghantam Luhansk, salah satu kota utama di Republik Rakyat Luhansk yang memisahkan diri. Bagian dari pipa gas di daerah itu terbakar.
Ukraina yang pro-Barat merupakan kerugian paling menyakitkan bagi Rusia dari 14 bekas republik di bawah kendalinya sebelum pecahnya Uni Soviet pada 1991. Pemberontak yang didukung Rusia merebut sebagian besar Ukraina timur pada 2014, tahun yang sama ketika Moskow mencaplok wilayah Krimea Ukraina. Kiev mengatakan bahwa lebih dari 14 ribu orang telah tewas dalam konflik di timur.
Ketegangan semakin meningkat ketika Rusia mulai mengerahkan pasukannya di dekat perbatasan Ukraina. Citra satelit yang diambil pekan ini juga menunjukkan aktivitas militer di beberapa lokasi di Belarusia, termasuk wilayah Krimea, dan Rusia barat yang dekat perbatasan Ukraina.
Rusia telah berulang kali membantah tuduhan invasi. Mengenai pengerahan lebih dari 300 ribu tentara ke perbatasan Ukraina, Moskow mengeklaim hal tersebut hanya untuk keperluan latihan.