Ahad 20 Feb 2022 12:56 WIB

KSPI: JKP Wajib Ditolak karena Produk Omnibus Law UU Cipta Kerja

KSPI menyebut Omnibus Law UU Cipta Kerja inkonstitusional

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, secara tegas menolak program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sebab menurutnya JKP merupakan produk omnibus law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, secara tegas menolak program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sebab menurutnya JKP merupakan produk omnibus law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, secara tegas menolak program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sebab menurutnya JKP merupakan produk omnibus law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Karena JKP produk omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, dan hakim Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan bahwa omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, sampai dipenuhinya syarat maka Undang-Undang Cipta Kerja adalah inkonstitusional," kata Said dalam diskusi daring, Ahad (20/2).

Baca Juga

Selain itu KSPI juga menegaskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja cacat formil. KSPI akan mengambil langkah hukum jika nantinya diketahui ada anggaran yang sudah disiapkan pemerintah setelah putusan MK tersebut diketok. 

"Kalau dia (anggaran APBN) setelah keputusan MK, itu oleh MK kan dilarang keras enggak boleh, kan APBN itu bagian dari sebuah undang-undang turunan yang akan berkaitan dengan JKP, JKP terkait omnibus law, sekali lagi kita bisa berdebat tentang ini maka kami akan mempersiapkan langkah-langkah hukum itu," ungkapnya.

Selain itu, alasan lain KSPI menolak JKP lantaran rekomposisi (subsidi silang) iuran tidak dikenal dalam jaminan sosial di seluruh negara. Said menilai dengan rekomposisi tersebut negara justru seolah 'merampas' hak para pekerja. 

"Saya bayar iuran untuk jaminan kecelakaan kerja dan kematian, ya saat saya mati dan saat saya kecelakaan kerja ada uangnya maka saya bayar iuran. Kita semua kan itu akadnya. tapi tiba-tiba ya tanda petik dirampas secara konstitusional oleh negara," jelasnya.

Baca juga: Penuding LPDP Dikuasai Kaum Tarbiyah Ternyata Caleg PSI

Said menambahkan, JKP justru dinilai tidak menjawab persoalan. Menurutnya yang dibutuhkan pekerja adalah JHT.

"Direkomposisi iuran JHT sebagian, iuran JKK sebagian, digunakan membayar orang yang ter-PHK, dan kita enggak tahu seperti pesangon, kok uang  kita dipakai untuk orang lain? enggak bisa/ Akadnya itu jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian kok tiba-tiba dibayar tanda petik seperti pesangon JKP itu, kan gak fair," tegasnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement