Ahad 20 Feb 2022 15:56 WIB

Jerman Desak Warganya Tinggalkan Ukraina

Maskapai penerbangan Jerman, Lufthansa akan menangguhkan penerbangan ke Kiev.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
 Gambar selebaran yang disediakan oleh layanan pers Polisi Nasional Ukraina menunjukkan hasil penembakan di sebuah desa tidak jauh dari kota Donetsk yang dikuasai militan pro-Rusia, Ukraina, 18 Februari 2022 di tengah eskalasi di perbatasan Ukraina - Rusia.
Foto: EPA-EFE/UKRAINE NAT. POLICE PRESS SERV.
Gambar selebaran yang disediakan oleh layanan pers Polisi Nasional Ukraina menunjukkan hasil penembakan di sebuah desa tidak jauh dari kota Donetsk yang dikuasai militan pro-Rusia, Ukraina, 18 Februari 2022 di tengah eskalasi di perbatasan Ukraina - Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Pemerintah Jerman mendesak warganya yang tinggal di Ukraina untuk segera meninggalkan negara tersebut. Berlin masih mengkhawatirkan kemungkinan invasi Rusia terhadap Kiev.

 “Warga negara Jerman sangat didesak untuk meninggalkan negara itu (Ukraina) sekarang,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jerman lewat situs web resminya pada Sabtu (19/2/2022).

Baca Juga

Menurut Kemenlu Jerman, ketegangan antara Rusia dan Ukraina telah meningkat lebih lanjut. Berlin menyebut, Rusia terus menumpuk pasukannya di perbatasan Ukraina. “Konfrontasi militer bisa terjadi kapan saja,” katanya.

Maskapai penerbangan Jerman, Lufthansa, juga mengumumkan bahwa mereka menangguhkan penerbangan dari dan ke Kiev selama satu pekan dimulai pada Senin (21/2/2022). “Lufthansa terus memantau situasi dan akan memutuskan penerbangan lebih lanjut di kemudian hari,” kata maskapai itu di situs webnya.

Sebelum Jerman, sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat (AS), telah meminta warganya yang berada di Ukraina untuk segera pulang. AS bahkan mengevakuasi keluarga para diplomatnya yang berdinas di Kiev. Washington meyakini invasi Rusia ke Ukraina bisa terjadi kapan saja. Presiden Joe Biden, pada Jumat (18/2/2022) lalu, menyebut serangan itu bisa terjadi dalam beberapa hari mendatang.

Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan sekutunya telah menuduh Rusia memiliki rencana menyerang Ukraina. Rusia konsisten membantah tuduhan tersebut. Menurut Moskow, Barat sengaja meningkatkan histeria dan ketakutan “invasi” di Ukraina guna memajukan kehadiran militer NATO lebih jauh ke timur Eropa.

Ketegangan antara Rusia dan Ukraina sudah berlangsung sejak 2014, yakni ketika Moskow mencaplok Krimea. Pertempuran antara milisi pro-Rusia dan pasukan Ukraina berlangsung di Donbass. Konfrontasi bersenjata telah menyebabkan lebih dari 13 ribu korban jiwa. Hingga kini Donbass pun masih menjadi “titik panas”.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement