Senin 21 Feb 2022 05:10 WIB

Perang Rusia-Ukraina Batal atau Hanya Berubah Bentuk?

Ketegangan Rusia dengan Ukraina masih berlangsung hingga sekarang.

Perang Rusia dengan Ukraina hingga kini masih mungkin terjadi. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, tengah, tiba untuk menghadiri latihan militer di luar kota Rivne, Ukraina utara, Rabu, 16 Februari 2022. -ilustrasi-
Foto: Ukrainian Presidential Press Office via AP
Perang Rusia dengan Ukraina hingga kini masih mungkin terjadi. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, tengah, tiba untuk menghadiri latihan militer di luar kota Rivne, Ukraina utara, Rabu, 16 Februari 2022. -ilustrasi-

Oleh : Esthi Maharani, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Hubungan Ukraina dengan Rusia telah memanas sejak Februari 2014, yakni ketika massa antipemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Pelengseran itu merupakan buntut atas keputusan Yanukovych membatalkan kerja sama dengan Uni Eropa. Rusia dituding menekan Yanukovych untuk mengambil keputusan itu. Moskow memang disebut tak menghendaki Kiev lebih dekat atau bergabung dengan Uni Eropa. 

Ukraina membentuk pemerintahan baru pasca-pelengseran Yanukovych. Namun Rusia menentang dan memandang hal tersebut sebagai kudeta. Tak lama setelah kekuasaan Yanukovych ditumbangkan, Moskow melakukan aksi pencaplokan Semenanjung Krimea. Kala itu terdapat kelompok pro-Uni Eropa dan pro-Rusia di Ukraina. Kelompok separatis pro-Rusia merebut sebagian besar dua wilayah timur Ukraina yang dikenal sebagai Donbass. Pertempuran pun berlangsung di sana dan telah memakan 14 ribu korban jiwa.

Babak baru ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia meningkat sejak Rusia dilaporkan mengerahkan lebih dari 100 ribu pasukannya ke zona terdepan pada November 2021. Kala itu, citra satelit menunjukkan Moskow juga menempatkan ribuan tentaranya di perbatasan Ukraina di utara yang berbatasan dengan Belarus. Ukraina pun menuduh Rusia telah memobilisasi 100 ribu tentara bersama dengan tank dan peralatan militer lainnya.

AS dan NATO telah menuding Rusia memiliki intensi untuk melancarkan agresi ke Kiev. Namun Rusia membantah tudingan tersebut. Moskow mengklaim pengerahan pasukan itu hanya untuk keperluan latihan militer rutin. Kendati demikian, AS dan NATO telah menyatakan dukungannya kepada Ukraina. Mereka pun sudah mengancam akan menjatuhkan sanksi jika Rusia melancarkan serangan.

Baca juga : Presiden Ukraina Serukan Gencatan Senjata

Rusia mengajukan tuntutan keamanan kepada Barat agar NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa timur dan Ukraina. Rusia juga meminta agar tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Uni Soviet sebagai anggota. Akhirnya terjadi pertemuan antara pejabat AS dan Rusia di Jenewa untuk membicarakan diplomatik, tetapi tidak selesai karena Rusia tetap meminta tuntutan keamanan dan AS tidak mau menerima itu.

Akhirnya pada tanggal 26 Januari 2022, NATO menempatkan pasukannya di Eropa Timur sembari menambah kapal dan jet tempur. Beberapa negara Barat pun mulai mengevakuasi staf kedutaan yang tidak penting dari Ukraina dan Amerika menempatkan 8.500 tentara dalam siaga.

Situasi dan kondisi yang dibangun dari serangkaian peristiwa itu selama berbulan-bulan bahkan bertahun tentu saja bukan hal yang mudah bagi kedua warga negara baik Ukraina maupun Rusia. Tetapi yang menarik adalah respons warga Ukraina dan Rusia terhadap frame atau narasi yang dibangun Barat terkait kemungkinan invasi atau perang dunia ketiga.

Misalnya saja Ukraina secara gamblang menggambarkan latihan militer yang dilakukan Rusia telah memberikan tekanan psikologis pada warganya. Tak sedikit yang menyuarakan harapan mereka untuk perdamaian dan stabilisasi  Begitu pula tentara Ukraina di wilayah Luhansk yang sebagian besar berbatasan dengan Rusia, mengatakan muak dengan ketidakpastian. Mereka menginginkan semacam terobosan dalam konflik yang telah menahan sejak 2014.

Baca juga : PM Inggris Tuduh Putin tak Berpikir Logis Mengenai Ukraina

"Kami muak dengan perang yang tidak pernah berakhir ini. Berhasil atau hancurkan, biarkan mereka menyerang kami atau kami harus menyerang mereka untuk mengakhiri ketidakpastian ini. Kami semua lelah dengan ini," kata seorang tentara Ukraina.

Tentara melakukan apa yang mereka bisa untuk mengatasi ketegangan dan melawan kebosanan. Tak sedikit dari mereka yang menghabiskan waktu berolahraga dengan barbel dan lompat tali di gym darurat yang telah dibangun di parit.

Sedangkan di Rusia, gegap gempita soal invasi atau perang sama sekali tak tergambar dalam pemberitaannya. Siaran televisi pemerintah Rusia yang menyebarkan informasi melalui 11 zona waktu lebih berfokus pada isu-isu lain seperti tayangan atlet Rusia untuk Olimpiade Musim Dingin Beijing atau meningkatnya kasus Omicron. Media pemerintah Rusia justru mengatakan kepanikan Barat memicu ketegangan.

"Saat ini, tidak ada perasaan musuh berada di ambang pintu dan bahwa kita akan segera memulai perang ... Itu tidak terjadi sama sekali," kata seorang analis media Rusia, yang berbicara dengan syarat anonim.

Kini, Rusia mengumumkan beberapa tentara di distrik militer Rusia yang berdekatan dengan Ukraina kembali ke pangkalan seusai menyelesaikan latihan. Tindakan ini dapat mengurangi gesekan yang memanas antara Moskow dan Barat.

Baca juga : Ratu Inggris Elizabeth II Positif Covid-19

Rekaman video yang diterbitkan oleh Kementerian Pertahanan menunjukkan beberapa tank dan kendaraan lapis baja lainnya dimuat ke gerbong kereta api. Kantor berita Interfax melaporkan, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan, Kiev akan percaya pada deeskalasi hanya setelah melihat penarikan Rusia.

"Kami terus-menerus mendengar pernyataan berbeda dari federasi Rusia. Jadi, kami memiliki aturan, kami percaya apa yang kami lihat. Jika melihat penarikan itu, kami akan percaya pada deeskalasi," kata Kuleba seperti dikutip laporan tersebut.

Meski tentara Rusia kembali ke pangkalan, ketegangan kedua negara tampaknya belum benar-benar berakhir. Karena, tak lama kemudian, Ukraina menuding Rusia berada di balik serangan siber yang terjadi di Kementerian Pertahanan dan dua bank Ukraina.

Disrupsi yang dikenal distributed denial-of-service atau DDoS ini pertama kali dilaporkan pihak berwenang Ukraina pada Selasa (15/2/2022). Tapi skalanya belum dapat dipastikan. Serangan yang mengirimkan banyak data ke trafik internet dari berbagai sumber pada satu server ke server lainnya merupakan serangan siber yang umum dilakukan.

Di situs pertahanan Kementerian Pertahanan Ukraina muncul pesan situs itu sedang diperbaiki. Dalam cicitannya di Twitter, kementerian mengatakan situs mereka tampaknya sedang diserang dan mereka sedang berusaha mengaksesnya kembali. 

Baca juga : Menlu AS Khawatir Tindakan Rusia Perpanjang Latihan Militer

Salah satu bank Ukraina, Oshadbank mengonfirmasi serangan siber memperlambat sistem mereka. Pusat strategi komunikasi mengatakan pengguna Privatbank juga mengalami masalah pembayaran dan aplikasi perbankan. Privatbank belum menanggapi permintaan komentar.

Jadi, sepertinya perang antara Rusia dan Ukraina memang belum usai. Ketegangan kedua negara hanya berubah bentuk yakni perang di dunia siber

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement