Senin 21 Feb 2022 12:45 WIB

Korsel Desak Korut Lanjutkan Dialog Perdamaian

Korsel berharap Korut menunjukkan iktikad baik untuk stabilitas Semenanjung Korea.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Uji coba rudal Korut. Pemerintah Korea Selatan (Korsel) mendesak Korea Utara (Korut) untuk kembali berdialog dan membahas tentang perdamaian serta denuklirisasi Semenanjung Korea.
Foto: Associated Press
Uji coba rudal Korut. Pemerintah Korea Selatan (Korsel) mendesak Korea Utara (Korut) untuk kembali berdialog dan membahas tentang perdamaian serta denuklirisasi Semenanjung Korea.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemerintah Korea Selatan (Korsel) mendesak Korea Utara (Korut) untuk kembali berdialog dan membahas tentang perdamaian serta denuklirisasi Semenanjung Korea. Hal itu disampaikan di tengah spekulasi bahwa Pyongyang bakal melanjutkan uji coba rudalnya setelah berakhirnya Olimpiade Musim Dingin Beijing. 

Juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel Lee Jong-joo mengungkapkan, saat ini pemerintah sedang memantau dengan cermat langkah-langkah Korut sambil mempersiapkan semua kemungkinan. “Kementerian Unifikasi akan terus mencermati kegiatan Korut, mempersiapkan segala kemungkinan, daripada langsung mengambil kesimpulan mengenai langkah Korut selanjutnya,” kata dia, Senin (21/2/2022), dikutip laman kantor berita Korsel, Yonhap.

Baca Juga

Dia berharap Korut menunjukkan iktikad baik untuk stabilitas Semenanjung Korea. “Kami sekali lagi mendesak Korut untuk memiliki jalan dialog dan kerja sama untuk perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea,” ucap Lee.

Sejak awal tahun ini, Korut kembali mengintensifkan kegiatan uji coba rudal balistiknya. Sepanjang Januari, negara yang dipimpin Kim Jong-un itu melakukan tujuh kali percobaan rudal. Memasuki Februari, aktivitas pengujian ditangguhkan karena adanya perhelatan Olimpiade Musim Dingin Beijing yang berlangsung pada 4-20 Februari.

Presiden Korsel Moon Jae-in telah berjanji akan menggunakan bulan-bulan terakhir masa jabatannya untuk mengejar normalisasi hubungan dengan Korut. “Pemerintah akan mengejar normalisasi hubungan antar-Korea dan jalan perdamaian yang tidak dapat diubah sampai akhir,” kata Moon dalam pidato tahun barunya pada 3 Januari lalu.

Moon mengakui, jalan menuju perdamaian dengan Korut memang masih panjang. “Saya berharap upaya dialog akan berlanjut di pemerintahan berikutnya juga,” ujarnya.

Masa jabatan Moon sebagai presiden bakal berakhir Mei mendatang. Selama hampir lima tahun menjabat, dia telah beberapa kali melakukan pertemuan tingkat tinggi dengan pemimpin Korut Kim Jong-un. Itu menjadi bagian dari upayanya menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea.

Pada Desember lalu, Moon sempat menyatakan bahwa secara prinsip Korsel dan Korut sudah sepakat untuk resmi berdamai. Kendati demikian, Moon tak menyangkal, salah satu tantangan untuk dimulainya pembicaraan tentang kesepakatan damai formal adalah tuntutan Korut. Pyongyang bersikeras, sebelum pembicaraan semacam itu digelar, Amerika Serikat (AS) harus terlebih dulu menarik kehadirannya dari Korsel. Washington pun harus mencabut sanksi terhadap Korut.

Menurut Moon, Korut selalu mengajukan tuntutan itu sebelum pembicaraan apa pun. Di sisi lain, AS sebagai sekutu Korsel kerap menegaskan, ia tak akan mencabut sanksi apa pun sebelum Korut meninggalkan program senjata nuklirnya.

Korsel dan Korut terlibat dalam peperangan pada 1950-1953. Perang itu berakhir dengan gencatan senjata dan tanpa perjanjian damai. Jadi secara teknis, saat ini kedua negara masih dalam kondisi berperang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement