Senin 21 Feb 2022 14:52 WIB

Junta Myanmar Minta Utusan ASEAN tak Terlibat dengan Kelompok Teroris

Tak ada tanda junta akan implementasikan poin rencana perdamaian yang telah diajukan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
(kiri) Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN): Saifuddin Abdullah dari Malaysia, Teodoro Locsin dari Filipina, Vivian Balakrishnan dari Singapura, Prak Sokhonn dari Kamboja, Retno Marsudi dari Indonesia, Saleumxay Kommasith dari Laos, dan Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi, berpose untuk foto bersama selama ASEAN Foreign Ministers
Foto: EPA-EFE/KITH SEREY
(kiri) Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN): Saifuddin Abdullah dari Malaysia, Teodoro Locsin dari Filipina, Vivian Balakrishnan dari Singapura, Prak Sokhonn dari Kamboja, Retno Marsudi dari Indonesia, Saleumxay Kommasith dari Laos, dan Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi, berpose untuk foto bersama selama ASEAN Foreign Ministers

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Pemerintah militer Myanmar mengkritik seruan Indonesia dan Malaysia agar utusan khusus Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN) bertemu lembaga yang menentang kudeta tahun lalu. Junta mendeklarasikan organisasi itu sebagai kelompok teroris.

Hingga saat ini tidak ada tanda-tanda junta akan mengimplementasikan lima poin rencana perdamaian yang telah disepakati dengan ASEAN tahun lalu. Hal ini memicu perpecahan blok yang terdiri dari 10 negara anggota itu mengenai bagaimana mengembalikan stabilitas di Myanmar.

Baca Juga

Salah satu poin yang disepakati tahun lalu adalah mengakhiri hostilitas dan mengizinkan utusan khusus ASEAN memfasilitasi dialog. Dalam pertemuan menteri luar negeri ASEAN Kamis (17/2/2022) lalu Indonesia mengatakan penting utusan khusus ASEAN untuk bertemu dengan semua pihak yang bertikai di Myanmar.

Malaysia juga mendorong agar kelompok yang didirikan anggota pemerintah yang digulingkan militer, National Unity Government (NUG) berdialog dengan junta militer.

"Kementerian mencatat sementara beberapa pertimbangkan dalam implementasi konsensus lima poin konstruktif, dua anggota mendorong utusan khusus terlibat dengan kelompok teroris dan asosiasi tidak sah," kata Kementerian Luar Negeri Myanmar dalam pernyataannya, Senin (21/2/2022).

Pernyataan ini merupakan respons publik pertama mengenai pertemuan ASEAN pekan lalu. Kementerian Luar Negeri Myanmar mengatakan seruan utusan untuk terlibat dengan kelompok-kelompok tersebut tidak hanya bertolak belakang dengan prinsip-prinsip piagam ASEAN tapi juga merusak upaya kontra-terorisme blok tersebut.

Sejak tahun lalu ASEAN tidak mengundang pemerintah Myanmar yang dikuasai militer. Negara itu mengalami gejolak kekerasan sejak militer menggulingkan pemerintahan yang sah tahun lalu. Organisasi aktivis yang bermarkas di Thailand mencatat lebih dari 1.500 rakyat sipil tewas di tangan junta.

Militer yang saat ini bertempur melawan berbagai kelompok pro demokrasi dan pasukan etnis minoritas di berbagai penjuru Myanmar, membantah angka tersebut.

Menteri luar negeri NUG Zin Mar Aung menyambut baik seruan Menteri Luar Negeri Malaysia Abdullah yang mendorong agar utusan khusus ASEAN, Prak Sokhonn bertemu dengan NUG. Di Twitter,  Zin Mar Aung berterimakasih pada Saifuddin atas dukungan kuat untuk menemukan solusi bagi Myanmar dan pesan yang jelas pada utusan khusus.

Prak Sokhonn yang merupakan Menteri Luar Negeri Kamboja mengatakan karena penolakan dari junta upaya terlibat dengan NUG sulit dilakukan. Meski ia mengatakan utusan khusus dapat bertindak sebagai jembatan.

Ia mengatakan utusan khusus ASEAN yang terdahulu tidak dapat berkunjung ke Myanmar karena syarat yang ditetapkan sejumlah negara ASEAN tidak dapat diterima para jenderal Myanmar yang berkuasa.

Salah satu syaratnya adalah akses untuk menemui pemimpin pemerintah sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi yang kini berada di dalam tahanan. Pemerintah militer mengadilinya atas sejumlah dakwaan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement