Senin 21 Feb 2022 15:08 WIB

Jadi Syarat Jual Beli Tanah, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Aturan wajib kepesertaan BPJS Kesehatan diatur dalam Instruksi Presiden.

Red: Indira Rezkisari
Warga mengakses pendaftaran BPJS Kesehatan melalui aplikasi Mobile JKN gawainya. Masyarakat akan diharuskan menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan jika ingin melakukan jual beli tanah.
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Warga mengakses pendaftaran BPJS Kesehatan melalui aplikasi Mobile JKN gawainya. Masyarakat akan diharuskan menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan jika ingin melakukan jual beli tanah.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Febrianto Adi Saputro

Masyarakat akan diharuskan menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan jika ingin melakukan jual beli tanah. Aturan tersebut bahkan akan meluas hingga sebagai syarat untuk memiliki SIM, STNK, hingga umroh.

Baca Juga

Aturan tersebut rencananya berlaku 1 Maret 2022. Dasarnya adalah Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Presiden menginstruksikan agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional memastikan pemohon pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual beli merupakan peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, Undang-Undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Nomor 40 tahun 2004 mengatur bahwa kepesertaan BPJS itu wajib. "Untuk diketahui bahwa sistem jaminan nasional ini kepesertaannya itu wajib, ini sudah lama ya UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 18 diperkuat Perpres 82 Tahun 2018," kata Ghufron dalam keterangannya, Senin (21/2/2022).

Ghufron mengatakan, untuk mencapai Indonesia Coverage dalam RPJMN tahun 2024 disebutkan 98 persen masyarakat sudah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan. Aturan wajib kepersertaan itu lalu diperkuat dengan turunan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Inpres tersebut mengamanatkan kepada 30 Kementerian/Lembaga termasuk Gubernur, Bupati, Wali Kota untuk mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan Program JKN-KIS. "Instruksi presiden itu termasuk menginstruksikan menteri ATR/BPR memastikan pemohon hak tanah dipastikan yang bersangkutan itu merupakan peserta aktif dalam JKN KIS," jelas dia.

Ia menilai aturan ini tidak akan memberatkan masyarakat. Pasalnya, program JKN-KIS merupakan program strategis pemerintah yang berdampak besar bagi masyarakat sehingga diperlukan keterlibatan para pemangku kepentingan untuk menjaga ekosistem penyelenggaraan program JKN-KIS yang sehat.

"Orang beli tanah jelas orang mampu. Kok belum jadi peserta, padahal kan wajib. kita saling gotong royong. Ini dalam rangka meningkatkan warga ikut JKN, padahal ini sudah lama aturannya. Tapi kita optimis peserta tercapai 98 persen. Tapi ini tidak memberatkan karena kurang dari tiga menit kita tahu kartu BPJS aktif atau tidak," tegas Ghufron.

Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini sekitar ada 96,8 juta orang yang masuk klasifikasi tidak mampu dan miskin telah dibayari pemerintah. Sehingga, tidak ada alasan yang miskin, tidak mampu pemerintah membayari.

"Jadi sebetulnya tidak ada alasan yang miskin, tidak mampu pemerintah membayari. Jadi tinggal diurus, urusnya memang perlu waktu, sekarang mulai diurus disadarkan seluruh masyarakat," tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, tujuan inpres ini untuk memberikan perlindungan jaminan pembiayaan kesehatan untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Tujuan utamanya jangan sampai ada masyarakat yang ketika jatuh sakit tidak terlayani karena faktor tidak ada biaya.

"Ini asuransi sosial yang membutuhkan gotong royong bersama. Penerima bantuan iuran sudah dibayar iurannya oleh pemerintah," kata Iqbal.

Anggota Komisi II DPR, Anwar Hafid, menanggapi soal aturan kartu BPJS Kesehatan yang dijadikan syarat untuk jual beli tanah. Dia mengimbau agar pemerintah tidak mempersulit masyarakat melalui kebijakan tersebut. "Pertama, sebaiknya pemerintah tidak menambah rumit dan ribet terkait dengan pelayanan adminstrasi pemerintah kepada masyarakat," kata Anwar kepada Republika, Ahad (20/2/2022).

Menurutnya jangan sampai investor dipermudah, sedangkan rakyat dipersulit dengan syarat-syarat yang tidak relevan, utamanya bagi masyarakat menengah ke bawah. Pemerintah menyebut aturan tersebut untuk mengoptimalisasikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Anwar berpandangan hal tersebut seharusnya cukup diterapkan untuk pelayanan administrasi di  sektor kesehatan saja.

"Kalau dalam rangka memastikan bahwa masyarakat indonesia telah memiliki jaminan kesehatan cukup kementerian terkait saja yang dipersyaratkan kartu BPJS untuk pelayanan administrasi," ujar politikus Partai Demokrat tersebut.

Ia berharap kementerian/lembaga dapat lebih fleksibel menerapkan kebijakan presiden tersebut, sehingga tidak menimbulkan problem baru di tengah-tengah masyarakat di kemudian hari. "Artinya kalau ada masyarakat belum ada jaminan kesehatannya utamannya masyarakat menengah ke bawah tidak serta merta pelayanan adminstrasi pertanahannya ditolak," tuturnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR, Luqman Hakim, juga menilai kebijakan tersebut tidak tepat. "Terbitnya aturan yang memaksa rakyat menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan menjadikannya sebagai syarat dalam layanan pertanahan, merupakan bagian dari praktik kekuasaan yang konyol, irrasional dan sewenang-wenang," kata Luqman dalam keterangan tertulisnya.

Ketua PP GP Ansor itu pun mempertanyakan kebijakan tersebut. Menurutnya tidak ada hubungannya antara jual beli tanah dengan BPJS Kesehatan.

"Secara filosofi konstitusi, kepemilikan tanah dan jaminan sosial kesehatan merupakan hak rakyat yang harus dilindungi negara. Dalam melaksanakan kewajiban melindungi hak rakyat, negara tidak boleh memberangus hak rakyat lainnya," ujarnya.

Ia mencurigai lahirnya kebijakan tersebut diduga adanya anasir jahat yang menyusup di sekitar Presiden Jokowi dan jajaran kabinetnya dan dengan sengaja mendorong lahirnya kebijakan yang membenturkan presiden dengan rakyat. Ia mendesak Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, membatalkan kebijakan Kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat dalam layanan pertanahan.

"Jika di dalam instruksi presiden nomor 1 tahun 2022 terdapat kekeliruan yang terkait dengan masalah pertanahan, seharusnya Menteri Sofyan Djalil sebagai pembantu presiden, memberi masukan agar inpres itu direvisi sehingga rakyat tidak dirugikan," tegasnya.

"Jangan malah sebaliknya, bersikap seolah tidak tahu ada masalah dan langsung melaksanakannya," imbuh Wakil Sekjen PKB tersebut.

photo
BPJS Kesehatan tekor - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement