REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah
Sejumlah negara mulai melonggarkan aturan protokol kesehatan Covid-19. Pertanyaan Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, padahal sebenarnya pemusnahan total Covid-19 tidak mungkin bisa dilakukan. Alasannya, selain manusia, hewan juga bisa menjadi inang virus corona penyebab penyakit itu.
"Eradikasi untuk Covid-19 itu tidak mungkin, karena salah satu sebabnya adalah host (inang) virus bukan cuma ada di manusia, tapi masalah Covid-19 aslinya dari hewan. Saat dia tertekan karena upaya vaksinasi, dia (virus) bisa lompat balik lagi ke hewan domestik," kata Dicky, dalam Dialog Forum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang diikuti dari saluran YouTube IDI dari Jakarta, Senin (21/2/2022).
Dicky menambahkan, saat ini mulai banyak laporan mengenai kasus penularan Covid-19 pada hewan domestik seperti kucing, anjing, dan hamster. Dengan kondisi yang demikian, menurut dia, upaya untuk mengendalikan penularan penyakit dan menjaga kesehatan manusia harus diselaraskan dengan upaya untuk menjaga kesehatan lingkungan dan kesehatan hewan. "Ini harus kerja sama dengan dinas terkait," katanya.
Tantangan lain dalam melakukan eradikasi Covid-19 adalah banyaknya kasus infeksi yang tidak menimbulkan gejala sakit. Menurut Dicky, hampir 90 persen pasien yang terserang virus corona varian Omicron tidak mengalami gejala sakit atau hanya mengalami gejala ringan.
"Ini tantangan besar di tengah keterbatasan testing. Kebiasaan masyarakat kita yang kalau sakit di rumah saja dan mengobati sendiri, itu membuat lebih sulit mengendalikan Covid-19, artinya tidak ketahuan virusnya," katanya.
Dicky menjelaskan pula bahwa virus corona termasuk virus RNA, yang bisa bermutasi dengan cepat. "Dalam satu manusia bisa miliaran mutasinya. Setiap pekan ada strain baru," katanya.
Proses mutasi memunculkan varian-varian baru virus corona penyebab Covid-19, yang masing-masing memiliki karakteristik penularan tersendiri. "Kenapa sekarang Omicron mendominasi? Omicron bisa bersirkulasi bukan hanya pada yang belum divaksin, tapi juga yang sudah divaksin. Tapi kalau Delta punya kesulitan pada orang yang sudah divaksin atau yang sebelumnya pernah terinfeksi Delta," kata Dicky.
Dia menyampaikan, penularan virus penyebab Covid-19 kebanyakan terjadi melalui udara, karenanya kesehatan lingkungan juga harus diperhatikan. "Covid-19 didominasi penularan melalui udara. Upaya meningkatkan kualitas udara dengan ventilasi yang baik serta teknologi sangat membantu," katanya.
Sementara bagi Indonesia, langkah negara lain yang sudah menganggap Covid-19 tak ubahnya penyakit biasa belum bisa diterapkan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, pemerintah terus belajar dari banyak negara untuk memahami dan menganalisis, hingga menentukan langkah terbaik dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.
Meskipun saat ini terdapat beberapa negara yang sudah memberlakukan kebijakan pelonggaran menuju transisi endemi, namun ia menegaskan Indonesia tak akan latah mengikuti kebijakan negara-negara lain tersebut. “Beberapa negara lain sudah memberlakukan kebijakan pelonggaran untuk transisi endemi seperti Inggris, Denmark, hingga Singapura, namun kita tidak perlu latah ikut-ikutan seperti negara tersebut,” jelas Luhut saat konferensi pers usai rapat terbatas evaluasi PPKM bersama Presiden, Senin.
Luhut menegaskan, pemerintah akan melakukan transisi menuju endemi secara bertahap, bertingkat, dan berlanjut berdasarkan data indikator kesehatan, ekonomi, dan sosial budaya. Selain itu, pemerintah juga akan terus menerapkan prinsip kehati-hatian.
Menurut dia, pemerintah berdiskusi dengan para pakar baik epidemiolog maupun pakar kesehatan untuk membahas transisi penanganan pandemi ini. Pemerintah, kata dia, juga akan terus melakukan evaluasi mengenai status endemi ke depan.
Ia menyampaikan, pemerintah menggunakan prakondisi endemi sebagai pijakan dengan menggunakan beberapa indikator. Yakni tingkat kekebalan masyarakat yang tinggi, tingkat kasus yang rendah berdasarkan indikator WHO, kapasitas respon fasilitas kesehatan yang memadai, maupun menggunakan surveilans aktif.
“Selain itu, prakondisi ini juga harus terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang dan sudah stabil ataupun konsisten,” tambah Luhut.
Luhut menyebut, konsep kriteria dan indikator pandemi ke endemi ini masih akan terus disempurnakan dengan para pakar dan ahli di bidangnya. Ia pun menekankan, untuk bisa mencapai transisi dari pandemi ke endemi, pemerintah perlu mempercepat capaian vaksinasi dosis kedua dan booster, utamanya bagi para lansia.
Karena itu, pemerintah meminta daerah agar terus aktif mensosialisasikan dan memaksimalkan jumlah vaksin booster bagi yang sudah memiliki tiket vaksin ketiga.
“Saya juga meminta masyarakat yang sudah memiliki tiket vaksin ketiga ataupun yang sudah divaksinasi lengkap dalam rentang waktu enam bulan dapat langsung mendatangi gerai-gerai vaksin yang telah disiapkan,” jelas dia.