REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dedy Darmawan Nasution, Retno Wulandhari
Kelangkaan minyak goreng masih terus terjadi. Satuan Tugas (Satgas) Pangan Kepolisan Negara RI (Polri) menemukan dugaan tindak pidana penimbunan dan penyelewengan pendistribusian minyak goreng oleh pelaku usaha di sejumlah wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, hingga Sulawesi Selatan.
Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Pol Helmy Santika menyebutkan, penyidik masih melakukan pendalaman untuk membuktikan dugaan tindak pidana tersebut dan menindak pelaku yang terlibat. "Dugaan penimbunan ditemukan sejumlah stok di Sumatra Utara dan NTT. Dari temuan ini, kemudian Satgas Pangan melakukan pendalaman terkait stok itu," kata Helmy dalam konferensi pers di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Senin (21/2/2022).
Pendalaman terkait dugaan penimbunan tersebut dilihat dari kapasitas produksi dan jumlah penjualan dalam satu hari dengan dibandingkan pada situasi normal. Hal itu dilakukan supaya Polri dapat menemukan unsur pelanggaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Selain dugaan penimbunan tersebut, Satgas Pangan Polri juga menemukan dugaan penyelewengan pendistribusian minyak goreng curah untuk rumah tangga di Makassar, Sulawesi Selatan. "Ada sekitar 61,81 ton minyak curah berasal dari Kalimantan Selatan masuk ke Makassar. Peruntukannya rumah tangga, tetapi oleh pelaku dialihkan ke industri dengan harga jual lebih mahal dibanding harga minyak curah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah," katanya.
Pemerintah telah menerapkan kebijakan minyak goreng satu harga untuk kemasan premium dan minyak curah. Yakni Rp 14 ribu per liter, Rp 13.500 per liter untuk kemasan biasa, dan Rp 11.500 per liter untuk minyak curah.
Satgas Pangan Polri juga menemukan penjualan minyak goreng palsu yang terjadi di Kudus, Jawa Tengah. Modus yang dilakukan pelaku adalah dengan mencampurkan minyak goreng dengan air. Terkait temuan dugaan tindak pidana sejumlah lokasi tersebut, Satgas Pangan Polri menyisihkan barang bukti minyak goreng tersebut untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan, sementara sisanya akan diedarkan kepada masyarakat di Sumatra Utara, NTT, dan Sulawesi Selatan.
"Sisanya bersama-sama stakeholder untuk bisa kami dorong dan dijual ke masyarakat," kata Helmy.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan menyebutkan, ada sekitar 30 ribu ton minyak goreng kemasan hasil penindakan Satgas Pangan Polri, yang akan didistribusikan kepada masyarakat di Sumatra Utara, khususnya wilayah Deli Serdang.
Whisnu mengingatkan kepada para pelaku usaha untuk tidak menimbun minyak goreng dengan menghambat proses distribusi. Satgas Pangan Polri akan melakukan pengawasan secara ketat di seluruh wilayah Indonesia.
"Kami akan selalu mengawasi terkait pendistribusian mulai dari tingkat produksi hingga pemasarannya kami akan panggil, lihat data distribusinya. Mudah-mudahan dengan pengawasan ketat, distribusi semakin lancar. Tugas Polri memperlancar distribusi agar minyak goreng tersebut sampai ke masyarakat," ujar Whisnu.
Pelaku usaha yang melakukan penimbunan dapat disangkakan Pasal 107 juncto Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 juncto Pasal 11 Ayat 2 Perpres No. 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, dengan hukuman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp 50 miliar.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta aparat penegak hukum segera mendistribusikan temuan minyak goreng yang ditimbun. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Oke Nurwan, mengatakan, masalah mengenai tindak lanjut urusan hukum diserahkan pada Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag.
"Terserah Ditjen PKTN, silakan proses. Kalau saya (Ditjen Perdagangan Dalam Negeri) segera distribusikan. Saya lagi haus minyak goreng, bukan haus hukum," kata Oke saat dihubungi Republika, Senin.
Oke menegaskan, agar seluruh pihak terkait, termasuk Kepolisian RI untuk ikut berperan dalam melancarkan pendistribusian minyak goreng yang sebelumnya diduga ditimbun, terutama ke ritel modern khusus untuk minyak goreng kemasan. Harga dipatok sebesar Rp 13.500 per liter untuk kemasan sederhana dan Rp 14 ribu per liter kemasan premium.
"Saya prinsipnya begitu saja, kalau susah, suruh saja mereka (distributor) yang jual. Kalau tidak didistribusikan segera, kita akan pantau. Saya ingin membuktikan bahwa minyak goreng itu tidak langka," katanya.
Lebih lanjut, Oke menjelaskan, berdasarkan laporan dari para produsen minyak goreng di level hulu, kegiatan produksi dan pasokan berjalan lancar. Namun, di tingkat hilir ketersediaan minyak goreng dinilai masyarakat langka.
Oke bersikukuh bahwa pasokan minyak goreng tidak mengalami kelangkaan karena dari level hulu tidak terdapat gangguan. Meski demikian, Kemendag tetap mendalami akar masalah minyak goreng saat ini agar segala kendala yang menghambat penyediaan minyak goreng bisa diatasi.
"Minyak goreng yang beredar banyak, cuma banyak yang main-main. Saya juga masih mencari dan meneliti, bendungan (produksi) ini sudah penuh tapi kok irigasi belum lancar. Mungkin ada yang mampet terhambat batu, atau keran terkunci. Itu segera kita keluarkan biar lancar," katanya.