REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zahrotul Oktaviani, Nawir Arsyad Akbar, Ali Yusuf
Dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi VIII DPR, pada Rabu (16/2/2022), Kementerian Agama (Kemenag) mengungkap usulan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1443 H/2022 M senilai Rp 45 juta per jamaah. Usulan itu kemudian menuai pro-kontra.
"Komponen yang dibebankan langsung kepada jamaah haji senilai Rp 45.053.368 per-jamaah. Biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) antara lain biaya penerbangan, biaya hidup (living cost), sebagian biaya di Makkah dan Madinah, biaya visa dan biaya PCR di Arab Saudi," ujar Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, dalam rapat tersebut.
Usulan yang disampaikan oleh Menag diketahui mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019 lalu, biaya haji per jamaah senilai Rp 30,8 hingga Rp 39,2 juta, sementara pada 2020 usulan yang disampaikan berkisar antara Rp 31,4 hingga 38,3 juta.
Dalam paparannya, Menag menyebut pertimbangan angka ini dilakukan dengan melihat penetapan penerbangan haji disusun per-embarkasi, dengan memperhatikan jarak dari masing-masing embarkasi ke Arab Saudi. Kedua, adanya prinsip rasionalitas, kewajaran harga dan kualitas layanan dalam pembiayaan komponin BPIH dengan SBM yang ditetapkan Menkeu (operasional dalam negeri).
Selanjutnya, yang menjadi pertimbangan adalah dasar pembiayaan di Arab Saudi menggunakan Ta'limatul Hajj yang ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Terakhir, hal ini juga melihat efisiensi dan efektifitas kewajaran biaya.
"Untuk haji khusus, total usulan atau optimalisasi senilai Rp 9,3 miliar. Sumber dana pembiayaan dari nilai manfaat, dana setoran awal dan dana setoran lunas," ujarnya.
Hingga saat ini, Menag juga menyampaikan pemerintah belum mendapatkan kepastian dari Kerajaan Arab Saudi terkait pelaksanaan ibadah haji pada 2022. Sementara, waktu keberangkatan pertama jamaah umrah berdasarkan asumsi normal berlangsung pada 5 Juni 2022.
Dengan kondisi tersebut, ia menyebut pemerintah belum bisa mendapatkan kepastian soal kuota haji. Sejauh ini, Kemenag menyiapkan tiga skenario, yaitu kota penuh, kuota terbatas, atau tidak memberangkatkan jamaah haji sama sekali.
"Jamaah akan diberangkatkan kurang lebih tanggal 5 Juni. Ini menunjukkan waktu tersisa untuk persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M cukup pendek, hanya sekitar 3 bukan 15 hari, atau 3,5 bulan," ucap dia.
Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, meminta Kemenag lebih detail dalam menjelaskan kenaikan biaya haji. Hal ini termasuk untuk item atau biaya yang berkaitan dengan protokol kesehatan (prokes).
"Jika alasan kenaikannya adalah prokes, maka harus dijelaskan lebih detail atau di-breakdown masing-masing item berapa besarannya. Tes PCR, karantina," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (21/2/2022).
Setelah dijabarkan detail berapa lama masa karantina maupun berapa kali tes PCR dilakukan, Kemenag disebut bisa menjelaskan berapa nilai dan harga dari hal tersebut. Bila perlu, ia mengusulkan dilakukan uji publik terkait dengan biaya tersebut.
Tak hanya itu, ia juga menyebut nantinya dalam proses persiapan dan pelaksanaan haji bila diperlukan dilakukan tender secara terbuka.
"Yang menjadi pertanyaan besar, manakala sudah tidak ada kebutuhan prokes atau Covid-19 sudah berakhir, apakah biaya haji bisa kembali seperti semula atau turun?" ujar Mustolih.
Mustolih mengakui, bahwa kenaikan biaya haji merupakan hal yang tidak terhindarkan saat ini. Namun, kenaikan ini harus tetap rasional, efesien dan tidak terlalu memberatkan jamaah.
Terkait biaya prokes jamaah, Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu (SIHDU) Ditjen PHU, Jaja Jaelani, sebelumnya menjelaskan, biaya itu menjadi salah satu komponen kenaikan besaran BPIH.
"Berkaitan dengan kenaikan BPIH tahun ini menjadi 45 juta, hal ini dikarenakan adanya biaya prokes yang cukup besar yakni sekitar 7,6 juta, yang mana pada 2020 itu tidak ada," kata dia dalam keterangan yang didapat Republika, Senin (21/2).
Selanjutnya, kenaikan BPIH ini berkaitan dengan kenaikan biaya penerbangan dan juga ada kenaikan biaya operasional di Arab Saudi maupun di Tanah Air. Perincian komponen biaya prokes jamaah haji tahun ini meliputi biaya tes swab PCR di Asrama Haji sebanyak dua kali, saat keberangkatan ke Arab Saudi dan setibanya di Tanah Air.
Tes swab PCR juga dilakukan di Arab Saudi sebanyak tiga kali, saat tiba, karantina dan akan pulang ke Tanah Air. Akomodasi dan konsumsi selama lima hari karantina di Jeddah dan akomodasi dan konsumsi di Asrama Haji setiba dari Arab Saudi juga menjadi komponen lain dalam hal prokes tersebut.
"Saat ini kita masih berada di masa pandemi, sehingga pemerintah harus membuat suatu program perencanaan yang optimal. Dalam artian, perencanaan keuangan ini harus mengacu kepada operasional haji 100 persen, karena kita belum tahu pasti kondisi kedepannya seperti apa," ujarnya.
Ia juga mengatakan, besaran BPIH yang telah disampaikan itu merupakan estimasi awal, sehingga masih dapat mengalami perubahan. Pembicaraan akan terus dilakukan dengan DPR dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).