REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Masyarakat Penutur Bahasa Sunda mendeklarasikan pentingnya penguatan penggunaan Bahasa Sunda baik di kalangan masyarakat Sunda atau Jawa Barat, para pejabat publik dan tokoh-tokoh masyarakat.
Menurut Ketua Panglawangungan Sastra Sunda (PP-SS), Cecep Burdansyah, deklarasi ini dicetuskan bertepatan dengan hari Bahasa Ibu, Senin 21 Februari 2022.
"Kami membacakan deklarasi pada Hari Senin 21 Februari ini pukul 10.00 di Jalan Garut No 2 Bandung," ujar Cecep.
Cecep menjelaskan, dengan deklarasi tersebut, ia mengajak seluruh masyarakat Sunda atau Jawa Barat untuk konsisten menggunakan Bahasa Sunda.
Kemudian, kata dia, mengajak para kepala daerah dan politisi baik di DPR RI maupun di DPRD di Jawa Barat dan Banten untuk membuat kebijakan yang berpihak pada penggunaan Bahasa Sunda.
Seperti Bahasa Sunda dalam kurikulum muatan lokal, membuat regulasi yang mewajibkan pengusaha properti dan pariwisata untuk menggunakan Bahasa Sunda dalam menamai kawasan dan di hotel-hotel serta tempat wisata.
Selain itu, kata dia, dengan deklrasi tersebut diharapkan Pemprov Jabar dan DPRD Jabar merevisi Perda No 14 Tahun 2014 mengenai Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Akasara Sunda. Karena sudah tak sesuai dengan perkembangan zaman.
"Dalam revisi Perda itu diharapkan memuat adanya pengakuan standar internasional Bahasa Sunda seperti ISO," katanya.
Cecep Burdansyah pun berharap, deklarasi ini bisa menjadi penguatan terhadap eksistensi Bahasa Sunda sesuai amanat Konstitusi Pasal 32 ayat (2).
Selain Cecep, para deklarator adalah penggiat pengembaangan Bahasa Sunda. Yakni, Darpan sebagai Ketua Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), Dadan Sutisna pendiri Sing Rancage, Prof Dr Tri Indri Hardini Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra (FPBS) Universitas Pendidika Indonesia (UPI), Prof Dr Dadang Sunendar Guru Besar FPBS UPI, dan Prof Dr Ganjar Kurnia Ketua Pusat Digitalisasi dan Budaya Sunda (PDBS) Universitas Padjadjaran (Unpad).