REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto dinilai telah memberikan harapan palsu terkait tiga manfaat pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 tahun. Manfaat yang disebutkan Airlangga itu dinilai tidak memiliki alasan yang jelas.
"Itu justru mengaburkan substansi persoalan, dan memberikan harapan-harapan semu karena masih abu-abu, belum kelihatan, dan 'pemanis'," kata Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirah dalam keterangan, Senin (21/2/2022).
Dia menjelaskan, para pekerja tidak membutuhkan hasil pengembangan dana kepesertaan pada Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Sebab, sambung dia, uang yang didapat dari JHT saat di-PHK digunakan untuk memenuhi kebutuhan harian.
"Kami enggak butuh (hasil dana) pengembangan, kan, lapar di depan mata. Kita enggak muluk-muluk, (uang JHT) untuk bayar listrik, makan, anak sekolah. Kalau sudah di-PHK, kita enggak dapat apa-apa, apalagi dari pemerintah," katanya.
Sumirah menegaskan kalau program tersebut tidak ada hubungannya dengan JHT. Dia menjelaskan, alasannya adalah karena sumber dana JHT berasal dari 2 persen gaji pekerja yang dipotong setiap bulannya. Berbeda dengan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sesuai UU Ciptaker dan Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2021.
"Uang dana JHT adalah uang buruh/pekerja, tidak ada satu sen pun uang pemerintah di sana, jadi tidak boleh ada pengaturan-pengaturan dalam bentuk 'penahanan'. Kalau mereka di tengah jalan di-PHK sebelum usia pensiun, siapa yang menghidupi mereka selanjutnya?" katanya.
Sumirah melanjutkan, apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan UU Ciptaker inskonstitusional bersyarat saat menguji formil beleid tersebut. Dia meminta pemerintah tidak menerbitkan peraturan turunannya, terlebih mengatura hal-hal yang berdampak luas.
"Jadi, pakai logika, akal sehat saja, orang awam sekalipun dapat melihat, kalau PP nomor 37 tahun 2021 itu seharusnya tidak terbit karena berdampak luas, melanggar putusan MK," tegasnya.
Selain itu, tambah Sumirah terlalu banyak persyaratan agar para pekerja dapat menerima manfaat JKP. Dia mengatakan, para buruh harus terdaftar pada empat program BPJS Ketenagakerjaan dan sebelumnya sudah aktif minimal satu tahun sebagai peserta.
Dia meminta pemerintah bersikap arif dan bijaksana dalam merespons tuntutan publik, yang meminta JHT tetap bisa dicairkan tanpa menunggu usia 56 tahun. Dia mengancam akan kembali mengadakan aksi massa apabila pemerintah tetap pada keputusan mereka.
"Awal Maret akan aksi besar lagi dan secara total. Mungkin sampai menginap sgala. Ini pembahasan dari kawan-kawan yang masih koordinasi ke arah sana," katanya.
Menteri Airlangga sebelumnya menjelaskan bahwa ada tiga kelebihan pencairan JHT saat pekerja memasuki usia pensiun atau 56 tahun. Pertama, akumulasi iuran dan pengembangan yang bakal didapatkan nilainya lebih besar.
Kemudian, perlindungan kepada pekerja/buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun takkan diabaikan pemerintah. Terakhir, dapat mencairkan sebagian dana dari akumulasi iuran dan pengembangan sebelum pensiun.