Selasa 22 Feb 2022 05:32 WIB

Pengamat: BPJS Jadi Syarat Jual Beli Tanah Terlalu Maksa

Pengamat menilai BPJS kesehatan jadi syarat jual beli tanah terlalu memaksakan.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang Jakarta Pusat, Senin (21/2/2022). Pemerintah mewajibkan sejumlah layanan publik mensyaratkan kepersertaan BPJS Kesehatan. Tujuannya, demi optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022.Beberapa layanan publik yang mewajibkan syarat BPJS Kesehatan yakni mulai dari jual beli tanah, mengurus SIM, STNK , SKCK hingga Haji dan Umrah.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika
Petugas melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang Jakarta Pusat, Senin (21/2/2022). Pemerintah mewajibkan sejumlah layanan publik mensyaratkan kepersertaan BPJS Kesehatan. Tujuannya, demi optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022.Beberapa layanan publik yang mewajibkan syarat BPJS Kesehatan yakni mulai dari jual beli tanah, mengurus SIM, STNK , SKCK hingga Haji dan Umrah.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menanggapi terkait pemerintah yang akan mewajibkan syarat BPJS Kesehatan untuk pendaftaran hak atas tanah atau satuan rumah susun yang diperoleh dari jual beli. Menurutnya, hal ini terlalu dipaksakan dan memberatkan beban masyarakat.

"Kebijakan itu memberatkan masyarakat dan kesannya seperti memaksakan masyarakat harus ikut BPJS Kesehatan," kata Trubus saat dihubungi Republika, Senin (21/2/2022).

Baca Juga

Kemudian, ia melanjutkan jual beli tanah tidak sama dengan jual beli objek lain. Butuh transaksi dengan adanya notaris, lurah dan camat. Adanya bukti otentik juga diperlukan. Sehingga kebijakan ini cenderung dipaksakan.

"Jadinya, bikin proses lama dan kurang efektif jika masyarakat ingin jual beli tanah. Ini harus dikaji ulang," kata dia.

Ia menambahkan aturan terkait BPJS Kesehatan dinilai bersifat diskriminatif. Pasalnya tidak memikirkan perusahaan asuransi kesehatan swasta yang ada di Indonesia.

"Masyarakat tidak semuanya anggota BPJS Kesehatan. Ada juga asuransi kesehatan lain, tidak hanya BPJS. Kalau semua harus pakai BPJS, bagaimana asuransi yang diselenggarakan oleh swasta, berarti kan ada perilaku diskriminatif," kata dia.

Ia ingin pemerintah menunda pelaksanaan aturan tersebut dan mensosialisasikannya terlebih dahulu kepada masyarakat. Sebab, komunikasi kepada publik itu penting.

"Harus ada sosialisasi kepada masyarakat. Dijelaskan secara transparan," kata dia.

Sebelumnya diketahui, kartu BPJS Kesehatan akan jadi syarat jual beli tanah mulai 1 Maret 2022. Aturan tersebut dikeluarkan sehubungan dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Presiden menginstruksikan agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional memastikan pemohon pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual beli merupakan peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.

"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, setiap permohonan pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun karena jual beli harus dilengkapi dengan fotokopi Kartu Peserta BPJS Kesehatan," bunyi surat Kementerian ATR/BPN bernomor HR.02/153-400/II/2022 yang dikutip Republika.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement