REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS— Imam Abu al-Hasan al-Syadzili adalah wali tersohor, imam para pengikut tarekat sufi, al-Syadziliyah. Di Indonesia sendiri, para pengikut tarekat sufi jumlahnya sangat besar, khususnya di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Sebab itu, Duta Besar RI untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi, yang juga merupakan cendekiawan Nahdlatul Ulama, melakukan ziarah ke zawiyah Imam Abu Al-Hasan al-Syadzili, yang berada di kota Tunis.
Gus Mis, begitu sapaan akrab Dubes Zuhairi, Zawiyah Imam Abu Al-Hasan al-Syadzili merupakan tempat historis, menandai perjalanan spiritual tokoh sufi besar itu.
Di kota Tunis inilah, kata Gus Mi, al-Syadzili mendalami perjalanan spiritualnya, sehingga dia menjadi wali besar bagi umat Islam di seantero dunia.
“Sebab itu, saya hari ini melakukan ziarah ke zawiyah Imam Abu al-Hasan al-Syadzili, menyelami petualangan spiritual sosok sufi besar abad ke-12 itu”, ujar sosok lulusan Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir ini.
Dia menambahkan, bahwa jasa Imam Abu al-Hasan al-Syadzili sangatlah besar bagi umat Islam di Tanah Air, karena mampu membangun keberagamaan yang di dalamnya membangun spiritualitas, yang pada akhirnya membentuk moderasi dalam beragama.
Karena itu, umat Islam pada masa sekarang sangat beruntung karena melalui Tarekat al-Syadziliyah, keberagaman kalangan Sunni penuh dengan ajaran cinta.
“Inti dari ajaran Imam Abu al-Hasan al-Syadzili adalah cinta. Yaitu cinta pada Tuhan, Rasulullah SAW, dan pada akhirnya cinta pada sesama. Semua itu dilakukan dengan senantiasa mengasah hati melalui dzikir dan muhasabah”, ujar sosok lulusan Pesantren al-Amien, Prenduan, Sumenep, Madura.
Duta Besar RI untuk Tunisia diterima oleh para ulama dan syaikh dari Tarekat Syadziliyah Tunisia dengan ramah. Selain itu, dia juga mengikuti kegiatan dzikir bersama para ulama dan syekh dari Tarekat Syadziliah, termasuk di dalamnya membaca Hizb Bahr dan Hizb Nashr.
“Saya sungguh senang, karena bisa mengikuti dzikir bersama ulama dan syekh Tarekat Syadziliyah. Momen spiritual yang sangat luar biasa. Saya mencanangkan perlu kiranya dijajaki “diplomasi spiritual” melalui kegiatan symposium untuk mengenang perjalanan spiritual dan warisan pemikiran Imam Abu al-Hasan al-Syadzili,” kata dia.