Selasa 22 Feb 2022 07:05 WIB

SWI: Tren Investasi Ilegal di Indonesia Menurun Setiap Tahun

Jenis dan modus operasi investasi ilegal terus berkembang.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Investasi ilegal (ilustrasi).
Investasi ilegal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) mengungkapkan tren jumlah platform investasi ilegal mengalami penurunan setiap tahunnya. Jika dirinci terdapat 79 platform yang ditutup pada 2017, berlanjut ke 106 platform pada 2018, dan 442 platform pada 2019. 

Pada 2020 turun ke 347 platform, kemudian 98 platform pada 2021, dan sepanjang tahun ini sudah ada 21 platform yang ditutup.

Baca Juga

Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan jenis dan modus operasi investasi ilegal terus berkembang. Terkini modus yang menjadi sorotan yakni binary option, robot trading, dan pencatutan nama entitas resmi lewat media sosial.

"Kita sudah menghentikan 634 platform perdagangan berjangka ilegal, termasuk binary option seperti Binomo, IQ Option, Olymptrade, serta platform lain sejenis," ujarnya saat webinar, Senin (21/2/2022) malam.

Menurutnya beberapa platform menjanjikan imbal hasil tetap walaupun asetnya sedang turun, karena sebenarnya keuntungan tersebut didapatkan dari perekrutan member baru. "Sekarang yang banyak masalah itu di robot trading yang menempel broker tidak berizin berdomisili di luar negeri. Kebanyakan menipu dengan menjanjikan imbal hasil tetap, yang tentu sangat tidak logis. Ini termasuk ke dalam money game. Sekarang sudah ada 19 entitas investasi robot trading ilegal yang dihentikan SWI," ucapnya.

Terakhir, terkait penawaran investasi melalui media sosial atau aplikasi chat, salah satunya Telegram, Tongam mengingatkan bahwa masyarakat harus cermat.

"Investasi ilegal di Telegram itu sering mencatut nama entitas legal, kemudian biasanya memasukkan kita ke dalam suatu grup. Kalau menemui hal ini, langsung blokir dan tinggalkan saja. Setelah itu laporkan kepada SWI," ucapnya.

Sementara itu Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa keuangan (OJK), Anto Prabowo mengungkapkan tiga aspek penting yang perlu diketahui masyarakat sebelum melakukan transaksi keuangan.

"Aspek yang pertama, masyarakat harus paham mengenai manfaat biaya dan risiko. Kemudian dilengkapi dengan melihat dua hal lainnya juga tidak kalah penting, adalah aspek legalitas dan logis," kata Anto.

Anto menegaskan, sebenarnya OJK melalui SWI telah berkali-kali mengingatkan kepada masyarakat agar tidak mudah menerima atau percaya dengan tawaran-tawaran investasi yang asal-usul izinnya tidak jelas.

"Inilah menyebabkan masyarakat kita mudah terjebak, dan biasanya karena ajakan dari tokoh masyarakat atau mereka kadang-kadang lebih ke tokoh agama, tokoh-tokoh penting seolah-olah menjadi endorse," ucapnya.

Menurutnya OJK memang bertugas mengawasi industri jasa keuangan. Namun, OJK tidak bisa melarang individu untuk bertransaksi seperti kripto.

“Industri keuangan dunia, ini sudah menjadi isu, dan pada 16 Februari 2022 kemarin mereka baru merilis mengenai kripto dan ini menjadi acuan di industri jasa keuangan," ucapnya.

Menurutnya, hal ini penting disampaikan agar masyarakat paham bagaimana menyikapi perdagangan kripto, dan pemanfaatan kripto. Hal ini sejalan OJK telah bekerjasama dengan Kominfo yang telah memblokir situs-situs maupun aplikasi-aplikasi untuk mencegah penawaran investasi yang tidak jelas aspek legal dan logisnya.

"Tentunya kami sangat berterima kasih mengurangi penjahat-penjahat keuangan. Berterimakasih kominfo yang sudah bekerja sama dengan pihak Apple bahwa setiap aplikasi yang menawarkan investasi atau menawarkan jasa keuangan itu harus mendapatkan izin dari OJK," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement