REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Seorang sumber anonim membocorkan data perbankan kepada surat kabar Jerman, Süddeutsche Zeitung, terkait dengan simpanan harta kekayaan Raja Yordania, Abdullah II di luar negeri. Berdasarkan data tersebut, Raja Abdullah II menyimpan kekayaan senilai ratusan juta dolar AS di enam rekening bank yang berbeda.
Menurut data itu, Raja Abdullah II menyimpan sekitar 108 miliar dolar AS atau setara Rp 1.555,2 triliun (kurs Rp 14.400 per dolar AS) di bank Swiss, Credit Suisse. Abdullah II dan istrinya, Ratu Rania membuka beberapa rekening selama periode kerusuhan besar-besaran di Timur Tengah ketika terjadi pemberontakan rakyat 2011 atau Arab Spring, yang menyebabkan para pemimpin Tunisia, Mesir, Libya dan Yaman digulingkan. Termasuk pecahnya perang yang berkepanjangan di Suriah.
Salah satu akun rekening milik Abdullah II memiliki nominal senilai 244 juta dolar AS. Pembukaan rekening Abdullah II di luar negeri memicu tuduhan bahwa, dia menggunakan rekening Swiss sebagai polis asuransi jika terjadi perubahan rezim yang serupa dengan negara Timur Tengah lainnya. Tuduhan lainnya yaitu, Abdullah II tidak memikirkan rakyatnya yang menderita akibat krisis di Timur Tengah dan krisis ekonomi.
Warga Yordania harus menghadapi krisis ekonomi dengan biaya hidup yang terus melonjak. Hal ini telah memicu beberapa protes terbesar selama bertahun-tahun.
Pengacara Raja Abdullah dan Ratu Rania mengatakan, kliennya tidak bersalah karena menyimpan uang di beberapa rekening di luar negeri. Hal ini telah sesuai dengan undang-undang pajak yang berlaku.
"Memegang rekening bank luar negeri tidak ilegal, dan Raja Abdullah tidak melanggar hukum dengan menyimpan kekayaan di luar negeri," ujar pengacara itu, dilansir Middle East Monitor, Selasa (22/2/2022).
Meskipun demikian, pengungkapan rekening bank Swiss kemungkinan akan menimbulkan rasa malu bagi Raja Abdullah II. Sebelumnya Raja Abdullah II berada di antara jajaran 336 politisi tingkat tinggi dan pejabat publik dalam skandal keuangan yang melibatkan transaksi luar negeri rahasia dan penggunaan surga pajak atau tax heaven untuk mengumpulkan kekayaan pribadi dalam jumlah besar.
Dokumen tersebut mengungkapkan bahwa, Abdullah II memiliki jaringan perusahaan lepas pantai yang digunakan untuk membeli properti senilai 100 juta dolar AS. Properti tersebut berada di Malibu, California, Washington, DC, dan London.
Raja Abdullah II diduga telah membeli tiga rumah mewah di tepi pantai di Malibu melalui tiga perusahaan lepas pantai seharga 68 juta dolar AS. Pembelian rumah mewah ini menuai kontroversi karena dilakukan selama Arab Spring, dan ketika warga Yordania menggelar aksi protes besar-besaran akibat pengangguran serta korupsi.
Data perbankan yang bocor itu juga mengungkap rincian kekayaan tersembunyi klien Credit Suisse yang terlibat dalam penyiksaan, perdagangan narkoba, pencucian uang, korupsi dan kejahatan serius lainnya.
Data yang bocor berisi rincian 18 ribu rekening bank. Kebocoran data tersebut mengungkap rekening milik tokoh terkemuka dari Timur Tengah, termasuk intelijen dan tokoh militer dari Mesir, Yaman, Yordania, Irak, dan Aljazair.
Salah satu klien bank Credit Suisse yaitu putra mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak, Alaa dan Gamal Mubarak, yang mendirikan kerajaan bisnis di Mesir. Setelah pemberontakan Arab Spring nasib mereka berubah. Pada 2015 ayah mereka dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh pengadilan Mesir karena penggelapan dan korupsi.
Antek mantan Presiden Mubarak lainnya yang menyimpan harta kekayaan di Credit Suisse adalah mantan kepala intelijen, Omar Suleiman. Rekan-rekannya tercantum dalam data sebagai pemilik manfaat dari sebuah akun dengan nilai 35 juta dolar AS pada 2007. Suleiman adalah sosok yang ditakuti di Mesir. Dia mengawasi penyiksaan yang meluas dan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia.