REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat Asep N Mulyana membeberkan alasan pihaknya melakukan banding terhadap vonis seumur hidup oleh majelis hakim kepada Herry Wirawan. Seperti diketahui, kejaksaan melakukan banding pada Senin (21/2/2022) kemarin ke Pengadilan Tinggi Bandung.
"Yang pertama, kami tetap menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Herry Wirawan itu sebagai kejahatan sangat serius ya, sehingga kami tetap konsisten bahwa tuntutan kami adalah tuntutan pidana mati," ujarnya, Selasa (22/2/2022).
Selanjutnya, pihaknya melakukan upaya hukum terkait dengan pembebanan restitusi. Terdapat perbedaaan antara restitusi dengan kompensasi dimana restitusi dibebankan kepada pelaku.
"Nah bagaimana kalau sekarang ada restitusi yang diserahkan kepada negara. Ini seolah-olah negara kemudian yang salah, seolah kemudian nanti akan menciptakan bahwa ada pelaku-pelaku lain nanti kalau berbuat kejahatan, itu ada negara yang menanggungnya," katanya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga melakukan banding terkait pengasuhan anak para korban dimana pengasuhan terbaik yaitu berbasis keluarga. Sedangkan, pemerintah siap mendukung pengasuhan tersebut.
"Kami serahkan dulu kepada orang tua kandung dari yang bersangkutan, tidak serta merta diserahkan begitu saja," katanya.
Selain itu, terkait dengan pembubaran yayasan, pihaknya tetap konsisten untuk meminta hakim pengadilan tinggi untuk membubarkan yayasan. Sebab, yayasan menjadi alat untuk melakukan kejahatan.
"Karena apa? Karena saya katakan tadi, di sidang-sidang sebelumnya, ini termasuk instrumentalia delicta ya. Alat atau sarana melakukan kejahatan sesuai dengan pasal 39 KUHAP karena kalau tidak ada yayasan, tidak ada pondok pesantren, tidak mungkin orang tua menitipkan anaknya ke sana," katanya.
Lebih dari itu, termasuk dalam kategori corporate criminal atau korporasi misdad. "Jadi, sebuah badan hukum yang sejak awal dibuat untuk melakukan kejahatan. Makanya, kami kemudian meminta kepada hakim untuk banding, untuk kemudian mengabulkan permohonan kami, termasuk pembubaran dan perampasan aset yayasan," katanya.
Sebelumnya, majelis hakim yang dipimpin Yohanes Purnomo memutuskan Herry Wirawan terbukti dan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan kepada 13 orang santriwati. Ia melakukan tindak pidana persetubuhan sejak 2016 sampai 2021 dan divonis hukuman seumur hidup.
Dia bersalah mengacu kepada pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan 5 junto pasal 76 huruf D UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU junto pasal 65 ayat 1 KUHP.