REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi udang sebanyak 2 juta ton pada tahun 2024 mendatang. Target tersebut berdasarkan instruksi dari Satgas Udang Nasional. Meski demikian, sejumlah kendala ihwal infrastruktur hingga perizinan daerah masih menghambat peningkatan produksi.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb Haeru Rahayu, menjelaskan, saat ini kemampuan produksi udang nasional sekitar 857 ribu ton dengan lahan yang tersedia 300,5 ribu hektare.
Ia menilai, diperlukan adanya revitalisasi pertambakan udang untuk bisa meningkatkan produktivitas. Dari tambak tradisional menjadi modern. Di satu sisi perlu adanya budidaya modern yang terintegrasi diikuti dengan pembukaan lahan tambak baru.
"Teknologi pertambakan udang kita masih didominasi oleh teknologi tradisional, seluas 247,8 ha atau 82 persen. Sedangkan yang semi intensif 43,6 ribu ha atau 15 persen dan lahan intensif hanya 9.005 ha, sekitar 3 persen dari total luas lahan tambak udang," kata Haeur dalam webinar yang digelar Pataka, Selasa (22/2/2022).
Haeru menjelaskan, setidaknya diperlukan revitalisasi terhadap 45 ribu lahan tambak tradisional. Sebagai percontohan, KKP akan melakukan revitalisasi sekitar 1.000 ha lahan tambak, sedangkan 44 ribu ha sisanya didorong dari swasta menggunakan kredit usaha rakyat (KUR).
Sementara untuk untuk upaya modernisasi sistem budidaya, pemerintah akan membuat percontohan di lahan tambak seluas 3.000 ha dan 8.000 ha oleh swasta. Adapun pembukaan lahan tambak baru ditargetkan sebanyak 3.000 ha.
Terlepas dari strategi itu, Haeru mengungkapkan ada sejumlah kendala yang perlu dijawab. "Persoalan pertama adalah kewenangan yang tidak terpusat. Kita sudah banyak diskusi melihat apa yang terjai di 338 kabupaten kota pesisir mereka punya kebijakan masing-masing," kata Haeru.
Adapun pos perizinan untuk pembukaan area tambak mencapai 21 pos yang mayoritas berada di level daerah. "Kalau kewenangan tidak terpusat, investasi jadi tidak tepat sehingga ada keluhan dari investor. Jadi yang paling pokok adalah perizinan investasi," ujar dia.
Haeru berharap dengan lahirnya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, diharapkan masalah itu dapat teratasi. Pemerintah memiliki waktu kurang dari dua tahun untuk menyelesaikan aturan turunan undang-undang itu.
Adapun persoalan lainnya seperti infrastruktur dasar yang minim khususnya listrik dan irigasi. Kendala itu menghambat peningkatan kelas dari lahan tambak tradisional.
Kendala yang lain adalah akses permodalan, standardisasi mutu benih udang, serta kapasitas sumber daya manusia itu sendiri. Haeru mengatakan, KKP harus dapat memecahkan masalah tersebut sehingga target 2 juta ton pada 2024 mendatang tercapai.
"Kalau kita bisa keluar dari lima persoalan ini, saya ada keyakinan target kita bisa dicapai," kata Haeru.